Pernahkah terlintas di benak Anda: betapa asyiknya menjadi seorang pramugari? Senantiasa tampil wangi dan menawan, bepergian ke berbagai penjuru dunia serta membawa banyak oleh-oleh.
Tetapi, tunggu dahulu: di balik semua itu terdapat aturan, baik segi teknis maupun etika yang membuat kita tidak lagi hanya berpandangan sebatas dari satu sisi. Tanggung jawab besar dan konsekuensi penuh disandang para pramugari dan pramugara saat bertugas.
Inilah pengetahuan yang dipetik saat National Geographic Traveler diundang oleh Air Asia Indonesia dalam acara tur bandar udara. Berlangsung menjelang petang di bandar udara Soekarno-Hatta (CGK), Cengkareng, Tangerang, kegiatan petang lalu (31/7) berlangsung seru.
Kami diajak menyaksikan proses check-in, bagasi, lost and found, ruang kontrol, dan operasional Air Asia Indonesia, ruang awak kabin, sampai mencatat waktu yang sangat efisien--kurang dari 30 menit--untuk alokasi penumpang turun dan naik, bongkar dan memasukkan bagasi serta konsumsi, isi ulang bahan bakar dan kembali terbang.
Salah satu mata acara paling menarik bagi National Geographic Traveler adalah berkunjung ke ruang awak kabin. Di sinilah pandangan soal pramugari dan pramugara menjadi semakin luas. Seperti misalnya soal etika. Pramugari dan pramugara Air Asia tidak boleh sibuk dengan telepon selular saat tengah berjalan (dan membawa koper). Bila terpaksa melakukannya, harus berhenti dahulu dan menepi.
Maureen Trifosa, senior flight attendant Air Asia memeragakan contoh briefing awak kabin sebelum melakukan penerbangan bersama beberapa rekan pramugari dan pramugara. "Setiap akan terbang, kami lakukan briefing ini, demikian pula review tugas yang telah dilaksanakan," jelasnya sambil membawa map Flight Attendant Manual. "Istilahnya, kegiatan ini berlaku pre-flight dan post flight."
Dalam peragaan itu, Maureen menyampaikan, briefing dilakukan dalam bahasa inggris, setiap awak kabin memperlihatkan paspor dan Sertifikat Personal Kabin—semacam KTP bagi awak kabin yang menunjukkan mereka layak terbang, pertanyaan tentang safety termasuk cek lampu senter serta cek prosedur.
"Sertifikat Personal Kabin adalah bukti legal cabin crew dan mereka harus terbang dengan sertifikasi ini," jelas perempuan berdarah Manado itu sembari menunjukkan buku mirip paspor berisi biodata, pasfoto serta kolom-kolom berisi tanggal bertugas, tipe pesawat sampai latihan penyelamatan yang pernah diikuti.
Kami juga disilakan mengintip ruang berdandan para pramugari dan pramugara. "Sebelum berangkat mereka dapat melakukan touch- up muka, karena saat bertugas dua sampai empat shift dituntut selalu rapi dan cantik!" imbuh Maureen.
Sekali penerbangan dihitung satu shift sehingga terbang pergi dan pulang dihitung dua shift. Selama itu pula tidak boleh ada penampilan kusam atau tidak menawan. "Karena hanya berada di landasan pacu kurun 25 menit, jangan dikira kami memiliki banyak waktu, termasuk misalnya untuk membeli oleh-oleh di sebuah bandar udara luar negeri. Kami mendarat, mengintip ke luar sejenak, lalu terbang lagi!"
Unik, bukan? Felix Dass dari PR Management Air Asia Indonesia yang mengawal kami menyatakan, aktivitas di bandar udara yang kami datangi ini tidaklah di-setting, melainkan apa adanya. Terima kasih telah memberikan National Geographic Traveler untuk mengakrabi dunia penerbangan dan pelesir ke bandar udara.
Penulis | : | |
Editor | : | Jessi Carina |
KOMENTAR