Nationalgeographic.co.id—Sebuah eksperimen fusi baru di Amerika Serikat telah memecahkan rekor dunia. Eksperimen fusi nuklir ini menghasilkan ledakan energi lebih dari 10 kuadriliun watt atau lebih dari 10.000 triliun watt.
Dalam eskperimen itu, para ilmuwan menggunakan metode yang tidak konvensional untuk menciptakan fusi nuklir tersebut. Mereka menembakkan sinar cahaya yang intens dari laser terbesar di dunia pada pelet kecil hidrogen.
Para peneliti di Lawrence Livermore National Laboratory di Northern California mengatakan mereka telah memfokuskan 192 laser raksasa di National Ignition Facility (NIF) ke pelet seukuran kacang. Eksperimen ini menghasilkan pelepasan energi 1,3 megajoule dalam 100 triliun per detik.
Ini kira-kira sebesar 10 persen energi sinar matahari yang mengenai Bumi setiap saat, dan sekitar 70 persen energi yang diserap pelet dari laser. Para ilmuwan berharap suatu hari untuk mencapai titik impas atau "pengapian" pelet, di mana ia mengeluarkan 100 persen atau lebih banyak energi daripada yang diserapnya.
Energi yang dihasilkan ini secara signifikan lebih besar dari yang diharapkan para ilmuwan. Angka ini juga jauh lebih besar dari rekor sebelumnya, yaitu 170 kilojoule, yang mereka tetapkan pada bulan Februari lalu.
Para peneliti berharap hasil eksperimen ini akan memperluas kemampuan mereka untuk meneliti senjata fusi nuklir, misi inti NIF, dan itu dapat mengarah pada cara-cara baru untuk memanfaatkan energi dari fusi nuklir.
Fusi nuklir adalah proses yang juga memberikan daya bagi matahari dan bintang-bintang lainnya untuk bersinar. Beberapa ilmuwan berharap bahwa fusi nuklir suatu hari nanti bisa menjadi metode yang relatif aman dan berkelanjutan untuk menghasilkan energi di Bumi.
"Hasil ini merupakan langkah maju bersejarah untuk penelitian fusi kurungan inersia (inertial confinement fusion), membuka rezim baru yang fundamental untuk eksplorasi dan kemajuan misi keamanan nasional kami yang kritis," ujar Kim Budil, direktur Lawrence Livermore National Laboratory dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Live Science.
Baca Juga: Detektor Nuklir Ungkap Populasi Rahasia Paus Biru di Samudra Hindia
Pembangkit listrik tenaga nuklir modern kini juga telah menggunakan fisi nuklir. Proses ini menghasilkan energi dengan memecah inti berat elemen seperti uranium dan plutonium menjadi inti yang lebih ringan.
Namun bintang-bintang di luar angkasa sana dapat menghasilkan lebih banyak energi dari fusi nuklir. Fusi nuklir yang tejadi di sana melibatkan proses menghancurkan inti-inti yang lebih ringan untuk membuat unsur-unsur yang lebih berat.
Bintang-bintang dapat menggabungkan banyak elemen berbeda, termasuk karbon dan oksigen, tetapi sumber energi utamanya berasal dari fusi hidrogen menjadi helium. Karena bintang-bintang berukuran sangat besar dan memiliki gravitasi yang kuat, proses fusi di sana terjadi pada tekanan yang sangat tinggi di dalam bintang.
Sebagian besar upaya untuk menghasilkan energi dari fusi di bumi menggunakan ruang berbentuk donat yang disebut tokamak. Ini untuk membatasi plasma tipis dari hidrogen berat neutron yang panas di dalam medan-medan magnet yang kuat. Para ilmuwan dan insinyur telah bekerja selama lebih dari 60 tahun untuk mencapai fusi nuklir berkelanjutan di dalam tokamak, dengan keberhasilan yang terbatas.
Baca Juga: Meniru Proses Fusi Nuklir, Tiongkok Ciptakan Matahari Buatan
Adapun metode yang dikembangkan di Lawrence Livermore National Laboratory ini adalah salah satu dari beberapa cara untuk mencapai fusi nuklir tanpa menggunakan tokamak. Sebagai gantinya, mereka menggunakan rangkaian penguat sinar laser seukuran tiga lapangan sepak bola untuk memfokuskan sinar laser pada pelet bahan bakar hidrogen dalam "ruang target" logam bulat selebar 10 meter. Laser ini adalah yang paling kuat di dunia, mampu menghasilkan energi hingga 4 megajoule.
Metode ini awalnya dirancang agar para ilmuwan dapat mempelajari perilaku hidrogen dalam senjata termonuklir yang disebut bom hidrogen. Namun para ilmuwan berpikir metode itu juga dapat diterapkan untuk menghasilkan energi dari fusi nuklir.
Siegfried Glenzer adalah fisikawan plasma dari SLAC National Accelerator Laboratory di Stanford University, yang sebelumnya bekerja di fasilitas Livermore tetapi tidak terlibat dalam penelitian baru itu. Dia mengatakan kepada The New York Times bahwa para ilmuwan di SLAC juga sedang mengerjakan sistem laser bertenaga rendah yang bisa dapat api jauh lebih cepat.
Glenzer berharap energi dari fusi nuklir akan menjadi menonjol dalam upaya menggantikan bahan bakar fosil. "Ini sangat menjanjikan bagi kami, untuk meraih sumber energi di planet ini yang tidak akan mengeluarkan CO2," harapnya, seperti dilansir The New York Times.
Baca Juga: Kristal Unik Langka Tercipta dari Hasil Uji Coba Bom Nuklir di AS
Source | : | The New York Times,Live Science |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR