Senin pagi (19/8), petugas kebersihan di kota Kagoshima, Ibu Kota dari prefektur Kagoshima, Jepang, sibuk membersihkan wilayah mereka dari abu vulkanik hasil muntahan Gunung Sakurajima. Gunung ini meletus Minggu sore (18/8) hingga menyebabkan Kagoshima tertutup abu.
Namun, tidak ada suasana tegang atau pun persiapan mengevakuasi warga. Mereka cukup menggunakan masker atau membuka payung agar abu vulkanik tidak masuk ke paru-paru dan menempel di tubuh.
Para pengendara kendaraan bermotor juga beradaptasi dengan menyalakan headlight. Sementara jasa kereta dihentikan beberapa waktu sampai abu di rel dibersihkan. Mengapa warga Kagoshima (sekitar 600 ribu jiwa) demikian berkompromi dengan bencana ini?
Dikatakan salah satu petugas yang enggan disebut namanya, "Asapnya memang agak dramatis, tapi kami sudah terbiasa dengannya." Dikutip dari Sakurajima Volcano Research Center, aktivitas vulkanik gunung ini dimulai sejak 13.000 tahun lalu.
Berdasarkan catatan sejarah setempat, ada tiga letusan besar yang terjadi: tahun 1471 - 1476 (era Bunmei), 1779 - 1782 (era An-ei), dan 1914 (era Taisho). Aliran lava panas pada tahun 1914 bahkan menumpuk pada satu saluran selebar 400 meter.
Sedangkan aktivitas puncak gunung yang terjadi hingga saat ini dimulai sejak tahun 1955. Selama lebih dari 45 tahun, sudah terjadi lebih dari 7.300 erupsi.
Jitu jadi objek wisata
Sadar dengan kebesaran daya dari Gunung Sakurajima, Jepang menjadikan wilayah ini sebagai objek wisata. Aksesnya pun relatif mudah dicapai menggunakan kapal feri yang merentang 3,5 kilometer dari Pelabuhan Kagoshima dan Terminal Feri Sakurajima.
Di dekat terminal feri saja sudah menyebar berbagai atraksi wisata. Termasuk onsen (pemandian air panas alam), perendaman kaki, dan hiking. Meski demikian, tetap ada larangan mendekat ke jarak dua kilometer dari kawah gunung tersebut. Disediakan banyak titik observasi lain di sekitar gunung dari jarak tiga kilometer.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR