Indonesia bukanlah kotak-kotak yang terbagi-bagi dalam sektor-sektor dan bagian-bagian yang terpisah secara rigid, tetapi Indonesia yang satu berwarna-warni, beragam dalam segala hal. Demikian disampaikan CEO Kompas-Gramedia Jakob Oetama dalam petikan sambutan menyambut hari jadi ke-50 Majalah Intisari yang jatuh 17 Agustus 2013.
Majalah inilah yang menjadi cikal grup Kompas-Gramedia --media dengan karyawan dan keluarganya yang kini mencapai 19.000 orang. Jakob menyampaikan pandangan mengenai "Indonesia kecil", sebuah inklinasi dan pandangan politik yang jadi mimpi dasar ketika Intisari didirikan tahun 1963.
"Cita-cita besar dan semangat keberagaman dalam kebinekaan kami bawa dalam lingkup yang kecil: Kompas Gramedia. Indonesia Kecil atau Indonesia mini menjadi ideologi yang terus dikembangkan, juga setelah KG merambah keluar dan pakem knowledge industry," ujar Jakob.
Kebersamaan Intisari di awal pendiriannya digambarkan wartawan senior, Arswendo Atmowiloto. Dengan suasana santai, penuh tawa lepas, Arswendo berbagi pengalaman bersama karyawan Kompas-Gramedia di Kebon Jeruk, Jakarta, Senin (19/8).
Diceritakannya bagaimana Intisari bisa membaca hal-hal yang tidak terkatakan. Secara suasana kerja pun, ruang redaksi Intisari menghasilkan iklim cair dan menunjukkan ada yang lebih berharga dari hubungan sesama rekan kerja.
"Generasi kami tertolong oleh Intisari yang secara tata bahasa tidak pernah salah," kata Arswendo. Pria ini kemudian mengutip apa yang dikatakan Irawati, mantan Pemimpin Redaksi Intisari selama lebih dari dua dekade.
"Mengelola majalah seperti mengayomi anak yang tidak pernah dewasa, dari A sampai Z harus selalu diperhatikan."
Intisari menjadi bagian dari inti awal bisnis media Kompas-Gramedia. Tekadnya, KG ingin terus menjadi sarana, jembatan dan titik temu berbagai kebedaan negara-bangsa Indonesia. Tidak hanya dalam cita-cita tetapi juga dalam membangunnya sebagai lembaga yang organik sekaligus yang organis.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR