Jika Anda membayangkan makhluk arktik menjelajah dinginnya cuaca, Anda mungkin membayangkan sesuatu yang besar, berbulu, dan kemungkinan bertanduk. Kemungkinan besar Anda tidak memikirkan kodok pohon.
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Experimental Biology, Jon Costanzo, peneliti dari Department of Zoology, Miami University in Ohio, Amerika Serikat, mengamati kemampuan Rana sylvatica untuk menghindari beku. R. sylvatica sendiri merupakan spesies kodok pohon yang populasinya menyebar mulai dari Georgia, Amerika Serikat sampai ke Kanada, hingga ke lingkar kutub utara.
Ketertarikan Costanzo sendiri pada kodok pohon dimulai pada 25 tahun lalu, saat ia mengetahui kemampuan hewan tersebut mengatasi cuaca ekstrim membeku. "Saya ingin mengetahui bagaimana kodok bisa melakukan hal itu dari sisi fisiologis dan kimiawi," ucapnya.
Kodok antibeku
Ada beberapa makhluk, mulai dari reptil dan serangga sampai ke hewan air yang memiliki toleransi terhadap beberapa tingkat suhu dingin, namun hanya sedikit yang mampu melakukan trik seperti Rana sylvatica. Hewan amfibi kecil ini bisa bertahan hidup berminggu-minggu meskipun dua pertiga cairan tubuhnya benar-benar membeku hingga ke titik di mana mereka menjadi padat.
Yang lebih luar biasa, kodok pohon berhenti bernafas dan jantung mereka berhenti berdenyut sepenuhnya selama berhari-hari bahkan dalam hitungan minggu. Bahkan pada periode hibernasi musim dinginnya, proses fisik kodok, mulai dari aktivitas metabolisme sampai produksi kotoran nyaris berhenti total. Selain itu, kodok-kodok ini kemungkinan melalui sejumlah proses membeku/mencair selama musim dingin.
Untuk mengetahui tingkat toleransi Rana sylvatica Alaska, peneliti membandingkannya dengan kodok spesies sama yang tinggal di kawasan Ohio. Meski keduanya memiliki toleransi terhadap beku yang mengagumkan, ada perbedaan yang cukup terlihat.
Kodok kayu Ohio akan membeku pada suhu -4 derajat Celsius dan akan pulih kembali, namun kodok asal Alaska baru akan membeku pada suhu -6 derajat Celsius sebelum mencair dan kembali ke kondisi normal mereka jika suhu naik. Namun Costanzo yakin, amfibi kecil nan kuat ini bisa bertahan bahkan pada temperatur yang lebih dingin.
Menghindari kematian
Cara kodok kayu menghindari beku adalah dengan menggunakan apa yang disebut dengan cryoprotecants, larutan yang menurunkan temperatur membeku dari jaringan tubuh hewan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah glukosa (gula darah) dan urea. Keduanya diketahui terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi pada kodok yang tinggal di Alaska dibanding mereka yang tinggal lebih ke selatan.
Meningkatnya level cryoprotectant membantu sel kodok untuk bertahan. Di sebagian hewan, paparan jangka panjang terhadap temperatur di bawah nol bisa menyebabkan penyusutan sel, sebuah proses pembentukan es di jaringan tubuh hewan, menarik air dari sel tubuh dan menghisapnya menjadi kering hingga pada akhirnya membunuh sel yang bersangkutan. Tetapi cryoprotectant mampu membantu sel menghadang penyusutan tersebut.
"Larutan itu cenderung menekan titik beku jaringan tubuh," kata Costanzo. "Ia membatasi jumlah es yang bisa terbentuk di bagian manapun dari tubuh. Semakin banyak larutan cryoprotective yang bisa diakumulasikan, semakin sedikit pula es akan terbentuk, dan akhirnya semakin berkurang pula tekanan terhadap sel dan jaringan tubuh," ucapnya.
Costanzo dan timnya juga mendeteksi adanya larutan misterius di kodok pohon utara yang tidak dimiliki oleh spesies yang sama yang tinggal di Ohio dan akan melakukan studi lebih lanjut untuk memastikannya.
Aplikasi di dunia kesehatan
Selain merupakan ilmu pengetahuan yang luar biasa, kemampuan untuk membekukan dan mencairkan organ dan jaringan tanpa merusaknya berpotensi menghadirkan dampak pada sisi lain seperti transplantasi organ.
"Ada hubungan antara apa yang bisa dilakukan kodok ini untuk menjaga jaringan tubuh mereka dan kebutuhan kita untuk dapat menjaga organ manusia untuk tujuan pencocokan jaringan," kata Cosanzo yang menyatakan bahwa upaya yang telah dilakukan untuk membekukan organ tubuh manusia untuk transplantasi sejauh ini tidak berhasil, kemungkinan karena ukuran dan kompleksitas selularnya.
"Jika Anda bisa membekukan organ tubuh manusia untuk waktu singkat, itu akan menjadi terobosan penting karena kita akan bisa mengirimkan organ tersebut ke seluruh dunia, yang akan meningkatkan proses pencarian donor yang tepat," sebut Costanzo.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR