Menggunakan pelindung kulit sebelum pergi berenang adalah ide bagus untuk menghindari kulit terbakar atau melepuh. Tapi bagi hewan laut seperti paus, itu tentu bukan pilihan. Padahal, spesies seperti paus sperma bisa menghabiskan hingga enam jam di permukaan air dan tersorot sinar matahari sebelum kembali menyelam. Lalu, bagaimana mereka melindungi kulit dari terbakar sinar matahari?
Ternyata, menurut studi yang dipublikasikan di jurnal Scientific Reports, tubuh mereka memiliki mekanisme pertahanan serupa terhadap radiasi sinar ultraviolet (UV) dengan manusia. Dalam studinya, peneliti mengambil lebih dari seratus biopsi kulit milik paus biru, paus sperma, dan paus sirip di kawasan teluk California dari tahun 2007 sampai 2009.
Mereka menggunakan panah yang kepala anak panahnya telah dimodifikasi agar bisa mengambil kulit mamalia laut tersebut. Dari studi, diketahui bahwa paus biru - yang memiliki warna kulit paling cerah di antara ketiga spesies tersebut - menjadi kecokelatan di musim panas dan akan kembali normal saat mereka kembali ke utara ke habitatnya.
Tetapi paus sperma, tidak mengalami kulit terbakar. Alasannya, kata Mark Birch-Machin, peneliti molecular dermatology dari Newcastle University, Inggris, paus yang mengalami overdosis radiasi UV akibat berjam-jam berada di permukaan air memiliki protein yang melindungi sel kulit mereka dari kerusakan akibat sinar ultraviolet.
Proses ini serupa dengan cara tubuh manusia memproduksi antioksidan sebagai tanggapan terhadap radikal bebas, molekul yang bisa menyebabkan banyak kerusakan genetik dan selular. Adapun paus sirip selamat dari kerusakan kulit karena mereka memiliki banyak melanin, pigmen kulit yang terbukti melindungi kulit manusia dari radiasi UV.
Temuan baru
Menurut Marie-Francoise van Bressem, peneliti dari Peruvian Centre for Cetacean Research, Lima, Peru, mempelajari bagaimana paus bereaksi terhadap kerusakan akibat radiasi ultraviolet belum pernah dilakukan sebelumnya. Ini membuat laporan tersebut menjadi sangat berharga.
"Berhubung lapisan ozon yang melindungi Bumi dari radiasi UV semakin menipis, sangat penting untuk mengetahui apa konsekuensinya bagi paus dan lumba-lumba, khususnya bagi spesies terancam punah," kata Van Bressem yang tidak terlibat dalam studi tersebut.
Saat ini, kata Van Bressem, kasus penyakit kulit di kalangan paus dan lumba-lumba sedang meningkat. Dan meski sulit untuk mengetahui apa penyebab pasti dari penyakit kulit tersebut, kerusakan akibat UV merupakan salah satunya. Dan meski paus punya sistem pertahanan terhadap radiasi ultraviolet, namun paparan berlebih tentu tetap berbahaya.
Tanda-tanda awal?
Saat ini Birch-Machin ingin mengetahui apakah kulit melepuh yang terlihat pada paus-paus tersebut bisa berlanjut menjadi kanker kulit. Ia dan rekan-rekannya juga tertarik untuk melihat apakah mamalia laut tak berambut lainnya, seperti anjing laut, memiliki masalah serupa terkait paparan radiasi sinar UV.
Meski Birch-Machin telah melakukan banyak studi terkait kerusakan kulit manusia akibat ultraviolet, namun ia sangat tertarik untuk melakukan hal serupa pada spesies lain. "Paus akan merefleksikan dosis UV yang diterima lautan," ucap Birch-Machin. "Sebagai sebuah 'dosimeter', mereka merupakan rambu-rambu untuk kesehatan samudera," ucapnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR