Peran kebun binatang dalam konservasi dan edukasi dipertanyakan seiring munculnya berbagai kasus salah urus hingga kematian hewan dalam beberapa tahun terakhir. Akhir Agustus lalu, dua ekor singa afrika dan seekor harimau sumatra mati di Kebun Binatang Taman Rimba Jambi. Kematian tiga ekor binatang ini diduga disebabkan daging yang terkontaminasi racun.
Tak lama berselang Melani, seekor harimau sumatra koleksi Kebun Binatang Surabaya, juga diusulkan untuk disuntik mati karena kondisinya belum membaik akibat konsumsi daging berformalin selama bertahun-tahun.
Nasib malang hewan-hewan di kebun binatang ini menurut Direktur ProFauna Indonesia Rosek Nursahid bukan cerita baru. (Baca: Dua Spesies Langka Mati Diracun di Jambi)
Sejak survei yang dilakukan pada tahun 2000 lalu, ProFauna menemukan hampir 90 persen satwa di kebun binatang di Indonesia hidup bawah standar kesejahteraan hewan. Hingga tahun 2013 ini, dia menilai tidak ada perubahan berarti.
"Ada lima ukuran kebebasan satwa, yaitu bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa takut, bebas dari sakit, luka dan penyakit, serta bebas mengekspresikan perilaku normal dan bebas dari rasa stress," ujar Rosek.
"Dalam beberapa kasus di Surabaya, Bandung, dan Jakarta tidak ada perubahan signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan satwa." Kurangnya perhatian terhadap satwa, diakui oleh Tonny Sumampow yang saat ini menjabat Sekretaris Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI).
Dalam pemantauan PKBSI sebanyak 40 persen dari 46 kebun binatang di Indonesia masih berada di bawah standar yang ditetapkan.Ini menunjukkan gagalnya sebagian besar kebun binatang di Indonesia dalam peran konservasi dan edukasi bagi masyarakat.
"Tiap pengunjung yang datang, paling tidak diharapkan untuk pulang membawa pengetahuan mengenai satwa dan habitat mereka. Tetapi kebanyakan, kebun binatang hanya dijadikan taman hiburan saja.
"Datang untuk piknik, tidak memperhatikan satwa, diperhatikan pun tidak mendalam. Peran kebun binatang sebagai pusat edukasi tidak berhasil," kata Tonny yang juga mengelola Taman Safari Indonesia di Cisarua, Bogor.
Masih utamakan kuantitas
Menurut Rosek tugas menyejahterakan satwa di kebun binatang tak tercapai disebabkan oleh berbagai hal. Salah satunya adalah kecenderungan untuk mengutamakan kuantitas satwa.
Pengelola, lanjutnya, menganggap jumlah satwa yang semakin banyak akan berdampak positif bagi jumlah pengunjung yang datang. "Harusnya ada pembatasan jumlah hewan dan peningkatan kualitas, bahkan kalau perlu buat spesialisasi.
Rosek menyerukan agar pemerintah menetapkan moratorium pembangunan kebun binatang baru, karena menurutnya saat ini pemerintah daerah melirik pembukaan kebun binatang sebagai sumber pemasukan baru.
Sementara menurut Tonny Sumampouw, masalah pendanaan dan kurangnya sumber daya yang kompeten juga membuat penanganan satwa kurang sesuai. Kementerian Kehutanan yang punya wewenang mengatur lalu lintas koleksi satwa liar di Indonesia, menurut Tonny telah melakukan kerja sama dengan PKBSI, LIPI, dan berbagai lembaga untuk membuat akreditasi lembaga konservasi.
Megathrust Bisa Meledak Kapan Saja, Tas Ini Bisa Jadi Penentu Hidup dan Mati Anda
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR