Nationalgeographic.co.id—Kira-kira 50.000 tahun lalu, umat manusia telah mulai memurnikan logam. Sejak saat itu, orang-orang tanpa sadar telah menghirup, menelan, dan menyerap partikel kecil produk sampingan timbal ke dalam tubuh mereka.
Sebuah analisis yang cermat dari sisa-sisa manusia purba yang terkubur di sebuah situs di Roma yang digunakan terus menerus selama lebih dari 12.000 tahun dan situs lain di Pulau Sardinia, kini telah mengungkapkan hubungan erat antara polusi timbal dan sejarah pertambangan dan peleburan kita.
Dalam studi analisis ini, para peneliti mengatakan bahwa pasang surut produksi timbal di seluruh dunia terlihat jelas di tulang-tulang orang-orang yang dimakamkan di Italia tengah itu. Beberapa yang bahkan tidak terlibat jauh dalam penambangan atau peleburan lokal masih menunjukkan bukti adanya partikel timbal di dalam tubuh mereka.
Sejak awal, polutan timbah itu tampaknya telah menyebar begitu cepat ke seluruh lingkungan. Orang-orang Romawi, sebagai contoh, tanpa sadar telah menghirup udara, minum air, dan makan makanan lokal yang tercemar logam berat itu. Akhirnya partikel-partikel timbal itu bertahap menumpuk di hati, ginjal, hati, dan tulang mereka.
"Dokumentasi polusi timbal sepanjang sejarah manusia ini menunjukkan bahwa, luar biasa, banyak perkiraan dinamika dalam produksi timbal tereplikasi dalam paparan manusia," jelas ahli geologi Yigal Erels dari Hebrew University of Jerusalem di Israel.
Hasil temuan penelitian bersama timnya terbit di ACS Publication, yang berjudul Lead in Archeological Human Bones Reflecting Historical Changes in Lead Production pada 16 Agustus 2021.
"Sederhananya: semakin banyak timbal yang kita hasilkan, semakin banyak orang yang menyerapnya ke dalam tubuh mereka. Ini memiliki efek yang sangat beracun," papar Erels, seperti dilansir Science Alert.
Hampir setiap sistem dalam tubuh manusia dapat keracunan timbal. Bahkan pada tingkat rendah, logam berat itu dapat berbahaya bagi tubuh manusia. Logam berat ini terakumulasi dari waktu ke waktu dan berpotensi menyebabkan masalah neurokognitif, kerusakan organ, dan masalah reproduksi dalam jangka panjang.
Baca Juga: Nestapa Warga Akibat Pencemaran Limbah Aki Bekas di Kabupaten Bogor
Orang-orang Romawi itu sebenarnya mengetahui hal ini. Namun perak, emas, dan bahkan timbal itu sendiri terlalu berguna untuk diabaikan. Mereka membangun pipa ledeng mereka dengan timbal, mengirimkan logam berat itu langsung ke penduduk mereka, meskipun beberapa penambang menjadi gila atau bahkan mati karena terpapar logam tersebut.
Setelah produksi koin dimulai kira-kira 2.500 tahun yang lalu, produksi timbal benar-benar lepas landas di masyarakat Romawi. Analisis yang cermat terhadap es di gletser dan tanah di danau menunjukkan bahwa pada waktu inilah polusi timbal benar-benar mulai menyebar di antara penduduk setempat. Sisa-sisa manusia purba dari Italia sekarang juga mencerminkan garis waktu itu.
Menganalisis tulang dari 132 orang yang terkubur di Italia antara 12.000 Sebelum Masehi dan abad ke-17, para peneliti telah menemukan peningkatan polusi timbal yang sangat mirip dengan produksi timbal di seluruh dunia.
Ketika orang-orang Romawi pertama kali mulai menambang timbal dan meleburnya, sisa-sisanya menunjukkan peningkatan yang jelas dalam rasio timbal terhadap kalsium yang ditemukan di tulang-tulang mereka. Ketika koin mulai diproduksi, kira-kira 2.500 tahun yang lalu, ada peningkatan yang lebih tajam dalam konsentrasi timbal yang ditemukan di dalam sisa-sisa manusia tersebut.
Baca Juga: Teliti Membeli Cat, Waspadai Kandungan Timbalnya Bagi Anak-Anak
Penelitian sebelumnya memperkirakan produksi timbal meningkat dari awal mula munculnya metalurgi ke puncak Kekaisaran Romawi sekitar empat kali lipat. Selama rentang waktu yang sama, penelitian saat ini menemukan konsentrasi timbal dalam tulang manusia meningkat 4.000 kali lipat.
Hanya pada akhir Periode Abad Pertengahan tingkat timbal mulai menurun. Namun seribu tahun yang lalu, polusi timbal meningkat lagi, dampak penambangan perak di Jerman dan penemuan kekayaan Dunia Baru.
Pada periode itu, peningkatan polusi timbal di antara badan-badan manusia di Italia tidak begitu dramatis. Mungkin karena produksi timbal telah bergeser dari Eropa ke bagian dunia yang lebih terpencil.
Meski begitu, jelas bagi para peneliti yang mempelajari situs pemakaman tersebut bahwa telah terjadi peningkatan produksi timbal di seluruh dunia pada suatu abad terakhir.
Baca Juga: Penemuan Mengejutkan, Amazon Sudah Jadi Sumber Pencemar Udara di Dunia
Temuan dari sejarah adalah peringatan untuk masa depan. Dalam beberapa tahun terakhir, produksi timbal telah turun sedikit, tetapi permintaan logam berat itu secara umum meningkat.
Pada tahun 2050, beberapa estimasi memperkirakan akan ada lebih dari 1.000 persen peningkatan permintaan timbal, kobalt, dan nikel. Peningkatan ini terjadi seiring dengan naiknya permintaan akan elektronik, baterai, panel surya, dan turbin angin untuk membantu kita membatasi perubahan iklim yang tak terkendali.
"Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa peningkatan penggunaan beberapa logam beracun (termasuk timbal) saat ini dalam perangkat elektronik dan transisi ke produksi energi rendah karbon dapat segera tercermin dalam peningkatan konsentrasi logam ini pada manusia, terutama pada mereka yang tidak cukup beruntung untuk hidup di wilayah yang diatur dan dipantau," simpul para penulis studi dalam laporan mereka yang telah terbit di jurnal Environmental Science and Technology pada 16 Agustus 2021.
Baca Juga: Arkeolog Temukan Bukti Pembantaian Nazi di 'Lembah Kematian' Polandia
Pada tahun 2017, misalnya, Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) memperkirakan bahwa paparan timbal bertanggung jawab atas lebih dari 1 juta kematian dan hampir 25 juta tahun hilangnya kehidupan sehat di seluruh dunia. Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah sejauh ini yang paling terpapar sehingga memiliki risiko kesehatan tertinggi.
Anak-anak di negara-negara ini sangat rentan terhadap logam berat. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak menyerap empat sampai lima kali lebih banyak timbal yang tertelan dibandingkan orang dewasa. Dan karena tubuh mereka masih tumbuh, akumulasi polutan tersebut dapat menyebabkan perkembangan yang parah.
"Hubungan erat antara tingkat produksi timbal dan konsentrasi timbal pada manusia di masa lalu, menunjukkan bahwa tanpa regulasi yang tepat kita akan terus mengalami dampak kesehatan yang merusak dari kontaminasi logam beracun itu," tegas Erel memperingatkan.
Sejarah telah memberi kita pelajaran agar kita tidak mengulangi kesalahan tersebut.
Baca Juga: Limbah Domestik Masih Dominan dalam Pencemaran Lingkungan Indonesia?
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Science Alert |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR