Beberapa tahun lalu Google menggandeng World Wildlife Foundation dengan dana hibah sebesar US$5 juta sebagai bagian dari Global Impact Awards, sebuah program yang menyediakan dukungan agar organisasi menggunakan pendekatan teknologi dan inovasi terkait isu global.
Dengan dana ini, WWF membeli armada pengawasan kecil menggunakan pesawat nirawak (drone). Drone ini digunakan untuk menciptakan sistem anti-perburuan canggih. Tujuan awalnya adalah untuk membantu penjaga hutan untuk lebih efektif berpatroli di wilayah rentan seperti Asia dan Afrika.
Namun, kini pengelola satwa liar di Kenya telah menemukan fungsi baru dari teknologi ini. Mereka tidak menggunakan drone untuk menakuti pemburu, namun justru menakut-nakuti para gajah.
Ini bukan sebuah lelucon kejam. Berdasarkan laporan Bloomberg, taktik ini sebenarnya telah terbukti cukup efektif untuk menjaga gajah keluar dari bahaya. Ternyata, gajah membenci suara mendengung yang dipancarkan drone. Selanjutnya gajah akan bergerak dalam arah yang berlawanan dari posisi drone setiap kali mereka mendengarnya.
Masih belum ditemukan alasan pasti dari perilaku ini, tapi teori terkemuka menyebutkan gajah menafsirkan suara tersebut sebagai kawanan lebah. Dengan pengetahuan baru ini, konservasionis dapat mengadaptasi taktik mereka dan menggunakan drone untuk menjauhkan gajah dari perangkap atau daerah berisiko tinggi lainnya.
Lihat video di bawah ini untuk melihatnya bagaimana drone ini bekerja: http://www.youtube.com/watch?v=G04sOuuK7Ug. (DigitalTrends).
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR