Cosimo Posth, salah satu pemimpin studi mengatakan bahwa wanita itu memiliki proporsi DNA yang signifikan dari spesies manusia purba yang dikenal sebagai Denisovan, seperti orang Aborigin Australia dan New Guinea. Hal itu sangat berbeda dengan pemburu-pengumpul kuno lainnya dari Asia Tenggara, seperti di Laos dan Malaysia, yang tidak memiliki banyak keturunan Denisovan.
Penemuan genetik ini menunjukkan bahwa Indonesia dan pulau-pulau sekitarnya, daerah yang dikenal sebagai Wallacea, "memang merupakan titik pertemuan untuk peristiwa pencampuran utama antara Denisovan dan manusia modern dalam perjalanan awal mereka ke Oseania," kata Posth kepada Live Science.
Posth yang juga seorang profesor di Senckenberg Center for Human Evolution and Palaeoenvironment di the Senckenberg Center for Human Evolution and Palaeoenvironment, mengatakan bahwa para peneliti telah lama tertarik pada Wallacea. Diperkirakan bahwa manusia purba melakukan perjalanan melalui Wallacea setidaknya 50.000 tahun yang lalu. Bahkan menurut peneliti, perjalanan itu telah dimulai sebelum 65.000 tahun yang lalu sebelum mereka mencapai Australia dan pulau-pulau sekitarnya.
Baca Juga: Di Antara Perairan Surgawi Papua, Leluhur Nusantara Membuat Coretan Unik Tentang Perjalanan Manusia
Adam Brumm, seorang profesor arkeologi di Griffith University di Australia, kepada Live Science mengatakan bahwa sejak pertama kali ditemukan, tengkorak wanita tersebut telah menarik perhatian para arkeolog. Hal itu karena untuk pertama kalinya satu set kerangka manusia yang relatif lengkap ditemukan terkait dengan artefak budaya Toalean, pemburu-pengumpul penuh teka-teki yang mendiami semenanjung barat daya Sulawesi antara sekitar 8.000 hingga 1.500 tahun yang lalu.
“Orang-orang Toaleans adalah pemburu-pengumpul awal yang hidup terpencil di hutan Sulawesi Selatan dari sekitar 8.000 tahun yang lalu hingga 1.500 tahun yang lalu, berburu babi hutan dan mengumpulkan kerang yang dapat dimakan dari sungai,” kata Brumm dalam rilis Griffith University.
Mereka menggali kembali Leang Panninge pada 2019 untuk mengklarifikasi konteks penguburan. Dalam penelitian itu mereka mengumpulkan lebih banyak sampel untuk penanggalan. Melalui penanggalan radiokarbon, tim dapat membatasi usia Bessé menjadi antara sekitar 7.300 hingga 7.200 tahun.
Artefak Toalean hanya ditemukan di satu bagian kecil Sulawesi, meliputi sekitar 6 persen dari total luas daratan pulau, terbesar kesebelas di dunia.
“Ini menunjukkan bahwa budaya masa lalu ini memiliki kontak terbatas dengan komunitas Sulawesi awal lainnya atau orang-orang di pulau-pulau terdekat, yang telah ada selama ribuan tahun dalam isolasi,” kata Adhi Agus Oktaviana, seorang peneliti di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, yang juga kandidat doktor di Griffith Center for Social and Cultural Research.
Para arkeolog telah lama memperdebatkan asal usul Toaleans. Namun, analisis DNA purba dari tulang telinga bagian dalam Bessé sebagian mengonfirmasi pernyataan bahwa pemburu Toalean terkait dengan manusia modern pertama yang memasuki Wallacea sekitar 65.000 tahun yang lalu, nenek moyang orang Aborigin Australia dan Papua.
Para peneliti kemudian mempelajari DNA purba kerangka tersebut yang masih tersimpan di sekitar tulang telinga bagian dalam untuk mempelajari lebih lanjut tentang wanita itu. Analisis anatomi juga mengungkapkan bahwa wanita itu meninggal pada usia sekitar 18 tahun.
Serena Tucci, asisten profesor antropologi di Universitas Yale dan peneliti utama lab Human Evolutionary Genomics mengatakan, beberapa tahun yang lalu bahkan mereka tidak membayangkan dapat melakukan analisis tersebut. "Ini adalah pencapaian teknologi besar, seperti yang kita semua tahu DNA purba tidak terawetkan dengan baik di daerah tropis," katanya.
Baca Juga: Kisar, Pulau Terdepan di Indonesia yang Memiliki Kekayaan Gambar Cadas
Source | : | Nature,Live Science,Griffith University |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR