Di awal tahun 1970-an, perusahaan-perusahaan pemasok asal Amerika Serikat frustasi dengan maraknya kekhawatiran publik terkait tenaga nuklir sehingga sulit bagi mereka menemukan lokasi untuk pembangkit baru. Akhirnya, mereka menemukan ide liar. Membuat instalasi nuklir pada kapal tongkang dan menempatkannya di lepas pantai, tempat yang bukan menjadi pekarangan rumah milik siapapun, kecuali ikan.
Menurut Thomas Wellnock, sejarawan dari US Nuclear Regulatory Comission, skema ini tidak pernah ditindaklanjuti. Masalah pendanaan terkait pembuatan instalasi nuklir di laut terbukti sama rumitnya seperti di darat. Komunitas pesisir pantai juga sama menentangnya dengan mereka yang menjadi tetangga instalasi nuklir di daratan.
Sebuah laporan yang dipublikasikan oleh US Government Accountability Office (GAO), yang saat itu dikenal dengan General Accounting Office juga telah meningkatkan kekhawatiran tentang apa yang akan terjadi pada ekosistem kelautan jika ada terjadi gangguan.
Namun kini, di belahan dunia lain, ide untuk membangun instalasi nuklir terapung kembali digulirkan.
Rosatom, perusahaan energi milik pemerintah Rusia mulai menjalankan rencana untuk membangun Akademik Lomonosov, sebuah kapal yang akan membawa sepasang reaktor nuklir kecil yang mampu menghasilkan listrik sebesar 70 megawatt (MW). Energi ini cukup untuk menyediakan listrik bagi kota dengan 200 ribu penduduk, menyediakan energi untuk pemanas suhu, serta penyulingan air untuk minum.
Rt.com, sebuah situs berita berbahasa Rusia melaporkan, Rosatom memproyeksikan instalasi yang sedang dibuat dan diperkirakan akan selesai produksi pada akhir 2016 itu sebagai contoh dari pembangkit listrik kecil, portabel, dan berbasis kapal, yang mungkin bisa diproduksi dan diekspor ke negara lain.
Di sini terlihat jelas bahwa pemicu di balik upaya untuk mengembangkan instalasi nuklir modular dan portabel di laut adalah upaya Rusia sendiri untuk melakukan eksplorasi minyak dan gas di kawasan terpencil di kutub Utara.
Sebagai informasi, lapisan es yang mencair telah membuka peluang akses yang lebih besar pada kekayaan alam Arktika, termasuk gas alam. Menurut estimasi US Geological Survey, Arktika memiliki 30 persen dari seluruh cadangan gas alam dunia yang belum dieksplorasi. Enam puluh persen bahan bakar tersebut berada di kutub utara yang menjadi bagian dari Rusia, yang saat ini sendiri sudah menguasai empat dari sepuluh situs gas alam terbesar di dunia.
Ironisnya, yang juga merupakan salah sati ironi terbesar di industri adalah, kita membutuhkan energi untuk mengekstrak energi yang diinginkan.
Tantangan untuk memperkuat infrastruktur pertambangan energi di kawasan timur Rusia cukup besar sehingga mementum tersebut berlanjut dan memicu digelarnya kembali upaya pembuatan instalasi nuklir terapung, meski dibebani oleh masalah pembiayaan dan penundaan-penundaan.
Instalasi nuklir terapung di Rusia bukan yang pertama. Simak sejarahnya di tautan ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR