Pengalaman menjadi relawan gempa selama enam minggu di Kashmir, Pakistan, beberapa tahun lalu, benar-benar mengubah pandangan Agustinus Wibowo, penulis buku Selimut Debu dan Garis Batas. "Waktu itu, saya datang sebagai backpacker, lalu menemukan sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang sosial," kata pria asal Lumajang, Jawa Timur, yang berdomisili di Beijing, Cina. "Saya ikut kegiatan mereka berkemah di pegunungan dan membagikan barang kebutuhan korban gempa. Pengalaman ini membuat saya lebih memahami arti perjuangan hidup dan merasakan arti kemanusiaan yang sebenarnya."
Inilah alternatif perjalanan: berpelesir sembari beraksi sosial.
Donkey Sanctuary, Ladakh, India
Saat berada di Chagspa, sekitar beberapa kilometer dari Leh, ibu kota Ladakh, India, awak National Geographic Traveler (NGT) Manggalani R. Ukirsari menyempatkan mengunjungi Donkey Sanctuary, tempat perawatan bagi keledai (Equus africanus asinus).
Proyek nirlaba Donkey Sanctuary Leh (www.donkeysanctuary.in) dimulai sekitar tiga tahun lalu oleh Stany Wangchuk, warga lokal yang memiliki bisnis akomodasi dan agensi perjalanan, dengan santunan dari Joanne Lefson, jurnalis asal Afrika Selatan. Fokusnya mengentaskan keledai yang telantar.
Selain donasi sukarela, Donkey Sanctuary Leh membuka kesempatan mengadopsi keledai senilai USD 50 atau di bawah Rp 500.000 per tahun, lewat Stany Wangchuk. Diakui Ukirsari, "Berada di lembah gunung bersalju Tsemo Fort, di tengah kerumunan keledai, sambil memberinya pakan rumput, wortel, atau lobak, serta mengelus-elus kepala dan punggung mereka, sungguh mendatangkan rasa damai. Satwa ini begitu cantik dan bersahabat."
Orangutan Project, Ketapang, Indonesia
Kontributor NGT Feri Latief pernah terlibat kegiatan pelepasliaran orangutan di Ketapang, Kalimantan Barat. Setibanya di markas International Animal Rescue (IAR), dokter hewan Karmele Llano Sanchez yang menjadi koordinator IAR, menjelaskan padanya peran para relawan membantu memperbaiki kandang, tetapi tidak prioritas bersentuhan langsung dengan orangutan. IAR menerima relawan dari manca negara.Biasanya, mereka datang sendiri atau dikoordinir oleh organisasi lingkungan internasional.Relawan yang dijumpai Feri pada Agustus lalu di Ketapang dikoordinir oleh Leo Biddle dan asistennya Dominic Torento Kay.
Bersama organisasinya (www.orangutanproject.com), Leo dan Dominic menawarkan para pecinta lingkungan untuk membantu kegiatan pelestarian orangutan di Ketapang yang dilakukan IAR. Para relawan berkerja selama empat sampai delapan minggu, tergantung program yang mereka pilih. Untuk bisa mengikuti program relawan, mereka membayar ribuan dolar—40 persen disumbangkan ke organisasi tersebut, dan sisanya untuk membiayai kegiatan relawan.
Reef Check, Ujung Kulon, Indonesia
Baru-baru ini, awak NGT Christantiowati, melakukan penyelaman di kedalaman 10 m di perairan Pulau Badul, Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Tujuannya bukan sekadar fun dive, melainkan mengikuti Reef Check (www.reefcheck.or.id, www.reefcheck.org) bersama 20 anggota komunitas Marine Buddies (www.marinebuddies.org) bekerja sama dengan WWF Indonesia. Kegiatannya meliputi sensus untuk memantau kesehatan dan kekayaan terumbu karang di suatu area dengan metode tertentu: mengamati sekaligus mencatat kondisi dan jumlah ikan, invertebrata, juga substrat. Biota yang menjadi penanda kesehatan terumbu karang di kedalaman tertentu sepanjang 100 m tali transek yang dibentangkan. Reef Check memberi pengalaman dan pengetahuan baru yang menyenangkan. Kegiatan ini juga dibarengi diskusi dan ujian tertulis untuk mendapatkan sertifikat ecodiver.
Memang tidak banyak pejalan yang berkenan terlibat volunteer tourism, karena selain harus mengeluarkan sejumlah dana, juga harus bekerja keras di tempat tujuan. Tetapi hal ini bukan masalah selama kita berniat membantu sesama dan melestarikan lingkungan hidup melalui perjalanan yang kita lakukan, demi masa depan dunia.
Penulis | : | |
Editor | : | Oik Yusuf |
KOMENTAR