Sesaat setelah Bumi Yogyakarta diguncang gempa, pada 2006, lahir ide sepeda pembangkit listrik. Kini hasil kreativitas itu malah sudah dilirik oleh perusahaan Korea Selatan.
Gustanov Aji Putra, mendapat ilham dari kondisi serbarunyam yang melanda Yogyakarta 2006 lalu itu. Pemuda asal Bantul ini mulai merancang generator sederhana agar dapat dimiliki di setiap rumah. Aktivitas kesehariannya yang terbiasa mengutak-utik barang mekanik membuat idenya itu cepat tereksekusi.
Gustanov mengkreasi sebuah sepeda listrik konvensional, bekerja dengan tenaga baterai yang jika habis perlu diisi kembali dengan lama penyetruman 6-7 jam. Lalu lewat modifikasi sederhana, ia berhasil membuat sepeda tersebut menghasilkan listrik 220 Volt dengan daya 1.000 - 2.500 Watt.
Dengan demikian, listrik dari sepeda dapat diaplikasikan ke berbagai alat elektronik rumah tangga.
Pembuatan satu purwarupanya perlu waktu 30 hari. Modalnya berasal dari alat-alat yang dibeli di toko alat teknik, serta kreativitas, dan semangat pantang menyerah.
Seiring berjalannya waktu, lulusan STMIK Yogyakarta ini mengembangkan proyeknya lebih serius. Diberi nama "Eco Bike", sepeda modifikasinya unggul karena sistem pengisian baterai yang dual charging, yakni tenaga baterai dapat diisi ulang dengan dua cara—baik charger listrik maupun dengan kayuhan.
Selain itu, ada tambahan fitur lampu darurat berupa soket lampu neon model tabung dengan kapasitas 10-40 Watt, yang dapat menyala sekitar 40 jam.
Untuk si pemberi nama, nama Eco Bike ini ada filosofinya sendiri. Di Yogyakarta, eco bermakna enak atau nyaman. Sementara kata bike, jika dibaca berbunyi baik. Alhasil ketika digabungkan akan punya makna sesuatu yang nyaman dan baik.
Sayang Gustinov menamai sepedanya tanpa mencari referensi, karena nama Eco Bike sudah digunakan oleh perusahaan sepeda di luar negeri. Oleh sebab itu, ia mengubahnya menjadi Eco Bike Indonesia (EBI).
Pada 2011, Gustinov mengikuti kompetisi E-Idea yang diprakarsai British Council, dan terpilih sebagai salah satu dari 24 finalis. Ia merasa saat tersebut merupakan turning point baginya. "Saya yang adalah seorang anak desa yang 'katrok' memperoleh kesempatan ke Jakarta untuk pertama kalinya," tuturnya. Tak selesai sampai di situ, Gustinov juga keluar menjadi pemenang pada kategori transportasi.
EBI akhirnya diikutsertakan dalam kompetisi Asia Youth Tech Enterpreneurship Camp di Seoul, Korsel, pada 2013. Pada kesempatan inilah presentasi dari Gustinov menarik perhatian Kim Won Won, CEO KOTRA.
Organisasi yang bergerak dalam bisnis inkubator itu ingin melakukan kerja sama pengembangan untuk memproduksi massal produk EBI. Kolaborasi proyek juga terus dilakukan Gustinov, di antaranya dengan rekan dari Myanmar dan Vietnam. EBI turut dalam proyek green transportation yang siap diluncurkan 2014 nanti.
Tanggapan positif sudah banyak diterima dan kesempatan demi kesempatan berinovasi terus membanjiri EBI untuk ke depannya.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR