Hari menjelang sore ketika Suharti mengunjungi Jalan Tanjung, Nunukan, Kalimantan Utara, untuk membeli peralatan dapur. Dia ingin membeli gayung, sendok nasi, bakul, dan rerupa barang peralatan dapur. Ada yang istimewa?
"Tiap tahun memang sudah tradisi membeli peralatan dapur. Saya nggak tahu pasti, kata orangtua kalau membeli [peralatan dapur pada] 10 Muharam, [akan] awet. Ngikut aja," ujar Suhartini, yang kesehariannya bekerja di salah satu instansi pemerintahan setempat itu, Kamis (14/11).
Sore itu, bersama Suhartini, lapak-lapak penjual peralatan dapur memang terlihat masih disesaki pembeli. Padahal, pembeli pun sudah berjejalan sejak pagi. Sepanjang hari para pedagang barang pecah-belah dan alat dapur membuka "pasar dadakan", bahkan menutup separuh bahu jalan dengan tenda dagangan mereka.
"Tidak terhitung keluar uangnya. Tapi, memang tiap tahun begini, membeli gayung, ember, sendok nasi, garpu, gantungan baju, banyak. Ini masih mau milih rak piring. Mungkin Rp300.000 habis ini," aku Mariana, warga Sungai Bolong, yang tampak sedang kerepotan membawa belanjaan. Selain peralatan dapur dan rumah tangga, baju adalah dagangan lain yang sama larisnya hari itu.
Sementara itu, para pedagang yang sudah hafal kebiasaan masyarakat Nunukan pun bersiap jauh-jauh hari. "Sudah sebulan lalu kami datangkan barang dari Sulawesi dan Surabaya," kata Sukardi, pedagang barang pecah belah yang sudah 10 tahun memiliki toko di Jalan Tanjung.
Menurut Sukardi, barang-barang seperti ember, gayung, dan baskom, disiapkannya masing-masing sebanyak 10 lusin. "Itu barang paling laku," katanya.
Alasan masyarakat Nunukan menjadikan 10 Muharam dalam penanggalan Hijriah sebagai "hari belanja peralatan dapur" tidak diketahui pasti oleh Sukardi. "Tradisi di sini. Biarpun belum butuh gayung atau ember, tapi karena ramai orang beli, masyarakat ngikut beli."
Namun, Sukardi menduga tradisi itu terkait dengan Muharam yang merupakan bulan pertama dalam kalender Hijri. Tahun baru. "Untuk menyambut tahun baru lah istilahnya," ujarnya menduga-duga.
Apa pun cerita di balik kebiasaan ini, Sukardi tak menampik bila keuntungannya dari penjualan sehari itu melonjak berkali lipat dibandingkan hari lainnya.
"Ramainya bisa lima kali [dari] hari biasa. Kalau dari sisi keuntungan, bisa Rp150 juta kami dapat sehari itu," cerita Sukardi.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR