Para penambang pasir di kawasan hutan kaki Gunungapi Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, menemukan ratusan batang pohon tertimbun tanah dengan kedalaman 20 meter dari permukaan bumi. Pohon-pohon ini ini berdiri kokoh dan diperkirakan telah berusia 800 tahun.
Ratusan bahan pohon ini, tampak berwarna hitam bekas terbakar. Para ahli vulkanologi menduga, bekas bakaran kayu itu, akibat letusan Gunung Sinabung ratusan tahun lalu. Lokasi temuan ini berada di salah satu lembah, di sebelah anak sungai yang mengalirkan air dari Danau Lau Kawar, menuju bagian sebelah utara kaki Gunung Sinabung. Aliran sungai itu bernama Sungai Lau Borus.
Para penambang pasir, awalnya tidak mengetahui kalau kayu-kayu itu, sisa peninggalan sejarah masa lalu meskipun mereka sudah menambang di sana turun temurun. Anwar Sitepu, penambang pasir, Sabtu (23/11), mengatakan, pasir terus digali dan ditemukan kayu-kayu ukuran besar berdiri kokoh tertimbun pasir.
Dulu, katanya, bangunan rumah dan gedung-gedung, dibuat menggunakan kayu. Lama-lama kayu di hutan menipis, membangun rumah menggunakan semen, batu, dan pasir. “Di sinilah ditemukan kayu-kayu itu. Tertimbun pasir cukup dalam, tapi tak tumbang meski kedalaman berkurang dan saat ini sudah 20 meter, ” katanya.
Ucapan ini dibenarkan Sabar Sembiring, ketua adat di Desa Beras Sitepu. Kala usia muda, dia pernah menambang pasir aliran sungai Danau Lau Kawar. Meskipun menemukan sekitar 100-an pohon batu itu, para penambang tidak merusak atau menghancurkan. Mereka membiarkan kayu-kayu itu.
Hingga kini, kayu-kayu peninggalan sejarah dan cerita ketika Gunung Sinabung meletus di masa silam ini, masih berdiri kokoh. Walau beberapa, tampak tumbang dan terjatuh ke aliran sungai, serta melintang di tengah aliran sungai.
Sembiring menambahkan, para penambang pasir kebanyakan warga Desa Berastepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Jumlah mereka antara 30-40 orang berusia di atas 20 tahun.
Mereka mengeruk pasir, batu, dan kerikil, yang diduga sisa letusan Sinabung. Truk-truk besar mengangkuti meterial-material ini.
Sementara Agus Budianto, Kepala Sub Bidang Evaluasi Bencana Gunung Sinabung, membenarkan kalau kayu-kayu sisa terbakar dan tertimbun dalam pasir itu, berusia ratusan tahun. Menurut dia, peneliti dari Badan Geologi Nasional, sudah melakukan analisis dan pengambilan sampel kayu, tahun 2010.
Dari uji sampel, diketahui, kayu yang diperiksa, berusia sekitar 800 tahun. Hasil uji ditemukan dugaan kuat, kayu-kayu itu tertimbun akibat longsor material vulkanik dari letusan Gunung Sinabung. ”Hasil penelitian diketahui usia kayu-kayu itu berusia 800 tahun, tertimbun pasir, dan material vulkanik,” katanya.
Dia berharap, para penambang pasir tetap menjaga dan tidak menebang atau merusak kayu masa lalu itu. “Itu akan menjadi sejarah nanti. Mudah-mudahan yang ditebang atau dirusak, supaya ada penelitian lebih lanjut soal itu.”
Desa Berastepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, tempat ditemukan kayu-kayu fosil berusia ratusan tahun itu, berada di radius 4,5 kilo meter dari pusat semburan kawah Sinabung. Letak desa ini persis berada di parit yang mengalirkan lava pijar maupun lahar dingin dari puncak gunungapi.
Saat ini, sebagian besar warga desa ini dievakuasi ke pengungsian, karena aktivitas gunung terus meningkat, erupsi terus terjadi, hingga pengungsi bertambah 12.300 jiwa ditampung di 28 lokasi. Meski begitu, puluhan penambang pasir tetap beraktivitas, walau sudah ada larangan. Guna mengantisipasi korban jiwa, TNI-Polri dan tim SAR hingga Sabtu sore terus menyisir lokasi, yang berjarak antara dua sampai 4,5 km dari kaki gunungapi.
Data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), sejak September 2013, sedikitnya terjadi 75 kali erupsi. Potensi erupsi masih tinggi ditandai lava pijar, awan panas, dan erupsi freatik-eksplosif. PVMBG melaporkan, deformasi badan gunung mengembang sekitar dua mili meter per hari, hingga masih banyak energi tersimpan di tubuh gunung menjelang erupsi. Seismisitas gunung masih sangat tinggi, statuspun kini Awas IV.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR