Dulu, sepeda menjadi yang utama, sebelum digantikan oleh teknologi kendaraan bermotor.
Kini penggunaannya kembali digalakkan. Inilah evolusi sepeda. Putaran zaman membawa sepeda, sebuah alat transportasi murah meriah dan menyehatkan, dari moda transportasi rakyat menjadi sebuah wahana trendi.
Selama kurang lebih satu dekade, dapat dilihat jumlah pesepeda terus bertambah dari berbagai kalangan dan alternatif jenis sepeda yang juga semakin banyak. Hal ini diungkapkan oleh Alfa Febrianto, pegiat sepeda sejak 2002 yang menjadikan kegiatan bersepeda bukan sekadar terpengaruh tren, tetapi cara hidup.
Kampanye bersepeda menuju tempat bekerja pun telah lama diagungkan dan melahirkan banyak komunitas yang akhirnya membawa kegiatan bersepeda lebih dari sekadar soal mengayuh pedal. Selain menyehatkan, ramah lingkungan, tentu saja menjaring banyak teman.
Semua ini tak lepas pula dari hadirnya bebas kendaraan bermotor di Indonesia sejak 2000. Terinspirasi dari gerakan hari bebas kendaraan yang menjadi tren di Eropa pada medio 1990-an.
Meski awal kehadirannya banyak mendapat protes, hari bebas kendaraan ini terus berkembang. Dan kini sudah bisa ditemui di berbagai kota di Indonesia. Di Surabaya, Jakarta, Bandung, Semarang, bahkan kota-kota kecil seperti Subang dan masih banyak lagi.
Etalase dinamika kota
Car free day (CFD) atau hari bebas kendaraan bermotor dalam perjalanannya kian berkembang. Tak hanya menjadi hari "pesta" bagi para pengguna sepeda atau moda transportasi lain yang tak berbahan bakar, serta pejalan kaki. Namun kegiatan yang dilaksanakan di lebih dari 1500 kota di sekitar 40 negara ini juga menjadi ajang pesta rakyat, menampilkan beragam festival jalanan, bazar, parade sepeda.
Tak ayal, CFD ibarat suatu etalase hidupnya dinamika masyarakat di kota tersebut. Tengok saja, berbagai komunitas dapat ditemukan di dalam CFD di ruas Jalan Thamrin Sudirman, Jakarta.
Jalan protokol ibukota ini ditutup tiap minggu. Tapi sekarang hari bebas kendaraan selalu ditunggu-tunggu warga Jakarta dan sekitarnya. Setiap orang bebas berjalan kaki, dan olah raga di sepanjang ruas jalan yang ditutupnya.
Hasilnya? Tak buruk. Temuan pada 2012 lalu mengungkapkan, hari bebas kendaraan bermotor mengurangi tingkat pencemaran udara kawasan Thamrin Sudirman, 35 persen untuk partikel debu, 70 persen karbon monoksida, 81 persen nitrogen oksida, dan 22 persen hidrokarbon.
Walau harus mengayuh berkilo-kilo meter jauhnya, kala hati mantap melakoni, bukan masalah bermandi peluh. Keluhan yang datang dari pesepeda bukan soal rasa pegal, melainkan malah minimnya fasilitas ruas jalan sepeda khusus yang aman dan bersahabat.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR