Gitar identik dengan kayu sebagai bahan bakunya. Pembuatan gitar bahkan menggunakan kayu yang sudah langka. Namun, di balik semua ini, para pembuat gitar juga sadar, bahwa ada hal yang harus dilakukan untuk meminimalisir atau bahkan menggantikan kayu yang telah mereka ambil dari alam.
Tubuhnya bak gitar Spanyol. Entah kapan dimulai, ungkapan lekuk semampai wanita telah meminjam siluet angka 8 tubuh si alat musik petik. Menandai keindahan dan kemasyhurannya di antara keluarga alat musik berdawai. Dan bahwa gitar kerap dihubungkan dengan Spanyol, mengisyaratkan kedekatan sejarahnya. Walau sampai kini, asal-muasal gitar belum disepakati. Ada yang menyebut cikal bakalnya telah dikenal bangsa Moor di Afrika barat laut, 5.000 tahun lalu.
Terilhami konser yang kian banyak memikat penonton. Tanpa pengeras suara berdaya listrik, denting gitar kian tak terdengar, apalagi bila penonton ingar-bingar. Kemudian muncul gitar listrik kayu padat tanpa rongga suara.
Ada pola serupa di Indonesia. Bandung kadang diplesetkan sebagai band-ung – kota yang melahirkan banyak musisi, gitaris, anak band. Melahirkan pameo, Bandung kaya musisi dan anak band karena punya pembuat gitar andal. Ki Anong Naeni untuk gitar akustik, dan Gilles De Neve untuk gitar listrik, paling banyak disebut. Di awal karier, mereka bermuara pada satu nama : Oen Peng Hok, pembuat gitar ternama di Bandung sejak 1950-an.
Keindahan denting gitar memicu para pembuat gitar untuk bereksperimen dengan bahan kayu beraneka rupa. Di desa Cipta Harja, perbatasan Cianjur, kami menemui Ki Anong Naeni. Keinginan membuat gitar sendiri memdorong pria tenang kelahiran 4 Juni 1932 ini masuk sekolah kejuruan jurusan kayu. Lulus 1956, “Saya belajar pada pembuat gitar sangat terkenal, Oen Peng Hok di Jalan Kopo, pembuat gitar pertama Bimbo atas pesanan para adik, Yanti Bersaudara.“
Membuat gitar adalah panggilan hati sekaligus merupakan sebuah tuntutan ekonomi. Pada 1957, ia dan teman-temannya mulai membuat gitar sendiri. Beberapa tahun kemudian, dari hasil penjualan gitar, terbelilah tanah di Bandung untuk sanggar gitar. Setelah sanggar terbentuk, The Rollies dan musisi lain pun berdatangan.
Pola belajar, mengajar, penjelajahan tiada henti ia jalani. Ki Anong pernah bergabung dengan PT National Gobel dan membuat gitar yang dipasok ke CF MARTIN di Nazareth, Philadephia USA. Saat kembali ke Bandung, ia mendirikan tempat pembuatan gitar Arista dan Secco.
Saya teringat percakapan dengan Ki Anong, penerima Anugerah Budaya 2007. Matanya berbinar-binar kala bercerita, “Tahun 1999, saya pernah membuat gitar pesanan mahasiswa asal Aceh. Setelah beberapa lama, datang suratnya. Saya tak mengira, gitar ini begitu bagus, harganya terlalu murah, katanya. Ia pun mengirimi saya uang sekali lagi seharga gitar itu! Inilah pengalaman paling berkesan. Bahwa pemakai gitar menghargai karya kita.”
*) Dimuat di “Kisah Sang Gitar : Getar Nada Gitar, Metamorfosis Indah Sepotong Kayu,“ Green Living Guide, edisi khusus NATIONAL GEOGRAPHIC Indonesia, Agustus 2009, hlm.84-89.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kahfi Dirga Cahya |
KOMENTAR