Selama ini sampah menumpuk di sungai-sungai di Jakarta dan diyakini menjadi salah satu penyebab banjir. Sebuah studi kini membuktikan bahwa sampah memang berkontribusi memperparah banjir.
Abdul Muhari, peneliti Indonesia pada Hazard and Risk Evaluation di International Research Institute of Disaster Science (IRIDeS), Tohoku University, mengobservasi dan melakukan simulasi untuk mengetahui penyebab banjir yang terjadi di Jakarta, 17 Januari 2013 lalu.
Pada tahun 2013, debit air di Kanal Banjir Barat, khususnya Manggarai dan Karet, sangat tinggi dibanding hujan pada tahun-tahun sebelumnya.
Abdul mengatakan, hal tersebut perlu dipertanyakan. Sebabnya, curah hujan di Katulampa pada hari sebelum banjir Januari 2013 hanya 107 mm, jauh lebih rendah dibanding curah hujan saat banjir 2007 yang mencapai 409 mm.
Hasil simulasi Abdul dan timnya mengungkap bahwa tingginya debit air yang mencapai 180 meter kubik per detik dan ketinggian air di Manggarai dan Karet disebabkan oleh sampah. Sampah menutup tiga dari empat pintu air di Karet.
"Efek terhalangnya tiga dari empat pintu air di Karet berpotensi menyebabkan peningkatan tinggi muka air di segmen Manggarai-Karet sampai 10 meter dari ketinggian yang seharusnya hanya enam meter jika empat pintu air tersebut bekerja sempurna," jelas Muhari.
Debit air yang tinggi itu memicu luapan air yang akhirnya bermuara pada penggerusan serta jebolnya tanggul Latuharhary.
Ketinggian tanggul Latuharhary termasuk lapisan tanah hanya delapan meter. Lapisan beton pada tanggul itu hanya sampai ketinggian tujuh meter dari dasar kanal. Kenaikan ketinggian air yang tak wajar memicu luapan pada titik-titik dengan ketinggian tanggul lebih rendah dibanding segmen lain.
Analisis Muhari menyebutkan bahwa muka tanggul mengalami penurunan beberapa sentimeter hingga segmen tersebut lebih rendah hampir satu meter dibandingkan dengan elevasi muka di depan Pintu Air Karet yang terletak jauh lebih ke hilir.
"Luapan air sangat mungkin bermula dari bagian ini dan menggelontorkan air dengan debit setidaknya 40 meter kubik per detik," ungkap Muhari.
"Debit air sebanyak ini hanya butuh waktu kurang dari 12 jam untuk menggerus bagian atas tanggul yang berupa gundukan tanah sampai akhirnya menjebol tanggul secara keseluruhan," imbuhnya.
Analisis Muhari menyebutkan bahwa bila saja sampah tak menutup tiga dari empat pintu air di Karet, ketinggian air takkan lebih dari enam meter.
"Berarti, meskipun tanggul Latuharhary mengalami local subsidence sampai satu meter, banjir besar di kawasan Sudirman-Thamrin Bulan Januari 2013 tidak akan pernah terjadi!" tegasnya menyimpulkan.
Muhari mengapresiasi langkah seperti normalisasi sungai dan waduk dan relokasi permukiman yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun, hal itu juga harus didukung upaya dari pihak lain.
"Upaya normalisasi sungai dan waduk hanya akan memberi hasil maksimal dan berkelanjutan jika ditunjang oleh perbaikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang berujung pada perubahan perilaku," katanya.
Muhari juga menambahkan perlunya pemeliharaan tanggul secara berkala, termasuk tanggul-tanggul kecil.
"Amblesnya tanggul secara tiba-tiba seperti di depan Pintu Air Karet merupakan indikasi bahwa mungkin ada yang tidak beres dengan konstruksi tanggul secara keseluruhan," jelasnya.
"Segmen lain di tanggul Kanal Banjir Barat masih banyak yang rentan digunakan untuk beragam kepentingan sehingga dapat mengurangi fungsinya dalam jangka panjang," tambahnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR