“Anggap mereka keluarga sendiri. Makan dan kerja ramai-ramai. Semua biaya pribadi. Tak pernah kekurangan. Tuhan selalu memberi rezeki secukupnya,“ begitu yakin dan mantap Sitti atas pilihannya, “Kalau mau membantu, silakan. Menutupi kebutuhan sehari-hari – pangan, ongkos taksi untuk berobat ke rumah sakit. Obat dari rumah sakit, gratis. Saya, Robert, ODHA dan pengusaha pendamping terus berjalan bersama. Pasien dari Wamena, Nabire, Ekari, semua ditampung. Yang penting rajin, belajar hidup bersih. Sama-sama bersihkan rumah dan makan.“
Sitti merasa beruntung, kedua orangtuanya mendukung penuh. “Untung saya biasa berkomunikasi terbuka di keluarga, masalah sekolah dan lain-lain biasa dibicarakan. Saya Islam, tetangga saya Nasrani, tak ada yang saling memusuhi. Mereka malah membantu doa, saling bantu jika ada kegiatan. Bapak saya dari Sorong, ibu dari Raja Ampat, Kampung Fafanlap, Kepulauan Misool yang terkenal dengan budidaya kerang mutiara terbesar di Asia.”
Ayahnya yang telah menunaikan haji, bahkan ikut mengurusi jenazah ODHA yang menganut Nasrani. ”Mau bagaimana lagi, mereka itu manusia ya wajib diurusi,” kata Sitti menirukan pendirian ayahnya.“
Sekali lagi, janganlah ada prasangka di antara kita.
Penulis | : | |
Editor | : | Kahfi Dirga Cahya |
KOMENTAR