Nationalgeographic.co.id—Homo neanderthalensis atau Neanderthal merupakan spesies manusia purba yang hidup sekitar 200.000 tahun silam. Nama Neanderthal sendiri diberikan sesuai dengan lokasi penemuan fosilnya pertama kali, yakni di Lembah Neander, Jerman.
Manusia purba ini diketahui mendiami wilayah Eurasia. Dikutip dari laman National Museum of Antiquities, seorang ahli paleontologi amatir, Luc Anthonis menemukan fosil lengkungan alis Neanderthal yang disedot dari dasar laut oleh mesin pengumpul cangkang, di Pantai Zeeland, 20 tahun lalu.
Diperkirakan fosil dari Neanderthal tersebut berusia 70.000 hingga 50.000 tahun. Kabar terbaru, Neanderthal pertama yang ditemukan di Belanda ini wajahnya telah direkonstruksi oleh ‘paleo-artist’ Kennis bersaudara. Sebagai informasi, Adrie Kennis dan Alfons Kennis kerap kali membuat rekonstruksi manusia purba.
Dilansir dari Arkeo News, Kennis bersaudara membuat ulang wajah Neanderthal Belanda ini berdasarkan karakteristik yang membedakannya dengan tengkorak Neanderthal lainnya. Neanderthal Belanda yang diberi nama Krijn ini, memiliki tonjolan di mata kanannya.
“Nodul (benjolan kecil) itu merupakan tumor kecil,” ungkap pihak National Museum of Antiquities, Leiden di laman resminya.
Dalam tugas ini, Kennis & Kennis Reconstructions melakukan tinjauan terhadap fosil Laut Utara, membandingkan dengan tengkorak Neanderthal lainnya. Mereka juga mencari tahu tentang penampilannya mulai dari mata, rambut hingga warna kulit.
Baca Juga: Kontroversi Anak Lapedo: Hasil Kawin Silang Manusia dan Neanderthal?
Mengenai sosok Neanderthal muda bernama Krijn ini, dahulu dia tinggal di wilayah kuno yang sekarang menjadi Laut Utara lebih dari 50.000 tahun silam. Kala itu, ketinggian air lebih dari 50 meter lebih rendah daripada sekarang. Berdasarkan penelitian pada isotope stabil – variasi atom nitrogen dan karbon – menunjukkan kalau Krijn memakan daging.
Hewan-hewan purba seperti mamut, badak berbulu, rusa kutub, kuda hingga manusia purba, Neanderthal semuanya melintasi padang rumput yang dingin namun kaya akan nutrisi. Rekonstruksi Krijn ini akan diperlihatkan dalam pameran Doggerland, di National Museum of Antiquities mulai 7 September hingga 31 Oktober 2021.
Pameran ini akan memperlihatkan apa yang terjadi hampir satu juga tahun lalu mencakup habitat manusia, lanskap, perubahan iklim di wilayah prasejarah di lepas pantai Belanda. Penemuan Krijn dan lainnya menunjukkan betapa pentingnya penelitian lebih lanjut dan perlindungan Laut Utara.
Lebih dalam mengenai Doggerland, melansir dari National Geographic sekitar 12 ribu tahun lalu ketika Zaman Es hampir berakhir area yang kini dikenal sebagai Laut Utara merupakan serangkaian perbukitan yang landau, tanah rawa, lembah, dan laguna berawa. Area tersebut dihuni oleh orang-orang purba.
Para ahli mengatakan Doggerlanders – sebutan orang-orang yang menetap di Doggerland – adalah pemburu yang bermigrasi, memancing, serta mengumpulkan makanan seperti hazelnut dan beri.
Seiring berjalannya waktu, Doggerland mulai tenggelam karena gletser dan lapisan es yang mencair. Sekitar 6.000 tahun lalu, orang-orang yang mendiami area itu terpaksa pindah ke dataran yang lebih tinggi. Wilayah inilah yang sekarang dikenal sebagai Inggris dan Belanda.
Bukti dari keberadaan Doggerlanders yang nomaden dapat ditemukan di dasar laut, ketika nelayan modern kerap menemukan tulang belulang dan perkakas kuno yang diperkirakan berusia 9.000 tahun. Artefak ini menarik perhatian arkeolog dan ahli paleontology dari Inggris dan Belanda untuk mencari tahu sejarah yang ikut tenggelam bersama Doggerland.
Hasil studi mengenai Doggerland menujukkan perubahan iklim yang dialami oleh orang-orang pada zaman itu. Ahli klimatologi mengatakan fenomena yang sama bisa saja dialami oleh miliaran orang yang tinggal 60 kilometer dari pesisir saat ini, jika es di kutub terus mencair.
Source | : | National Geographic,Arkeonews,National Museum of Antiquities |
Penulis | : | Maria Gabrielle |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR