Pada tahun itu juga, Interchurch Organisation for Development Co-operation (ICCO) yang berbasis di Utrecht, Belanda, melirik dan memberikan beasiswa studi S2 pada Munir. Rencanaya dia akan mengambil program master di Fakultas Hukum Utrecht University.
Irma, staf Imparsial—LSM HAM yang didirkan Munir pada 2002—biasanya bertugas untuk membelikan tiket pesawat untuk Munir. "Saya suka memilih antara tiga penerbangan, misalkan seperti KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij), Malaysia Airlines, atau Garuda," kenangnya.
"Dia mau selalu pakai Garuda, karena menurutnya 'Garuda itu memberikan devisa [pada] negara',"
Baca Juga: Peristirahatan Terakhir Bagi Sang Kapitan Cina Terakhir di Palembang
Setelah wafat akibat diracun dalam penerbangan, menimbulkan banyak desas-desus publik mengenai siapa yang sejatinya membunuh Munir.
Menurut KontraS, ada banyak motif yang melatarbelakanginya, salah satunya akibat kasus-kasus besar yang ditanganinya seperti kasus penghilangan orang, kasus Trisakti dan Semanggi, Timor Timur, yang menyeret beberapa tokoh Angkatan Darat dan petinggi negara.
Dia membawa agenda besar untuk nantinya akan dituntaskan, seperti kelanjutan korban penghilangan paksa, kasus HAM di Aceh dan Papua. Usahanya di bidang HAM juga membuatnya dianugerahi penghargaan Right Livelihood Award tahun 2000.
Hingga saat ini, banyak pihak yang terus mengingat jasa dan menuntut penuntasan kasus kematian Munir, mulai dari tuntutan hukum secara langsung, mural, hingga meme kritik tentang penyelesaian kasusnya di sosial media.
Baca Juga: Riwayat Kilau dan Pudarnya Perjuangan Buruh Pasca Indonesia Merdeka
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR