Olah raga yang membutuhkan nyali tinggi tidak pernah sepi dari penggemar. Minat menjajal semakin meningkat, jika si pelaku mendapat bonus berupa pemandangan yang indah. Kombinasi semacam itu yang mengangkat popularitas arung jeram.
Nilai plus lain arung jeram adalah mengajarkan pentingnya kerja sama. Maklumlah, laju perahu dalam meniti tiap jeram sangat bergantung pada kekompakan anggota tim yang ada di perahu tersebut.
Itu sebabnya, banyak perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan outbound bekerja sama dengan operator arung jeram. Harapannya, seusai rafting keakraban dan kekompakan tim juga terus terbina dalam lingkungan pekerjaan.
Dengan daya tarik semacam itu, arung jeram tidak lagi sebatas kegiatan olahraga. Banyaknya orang yang berniat menjajal kegiatan air berisiko itu membuka celah bisnis sebagai operator arung jeram.
Di antara kelompok pionir operator arung jeram di negeri ini adalah Arus Liar. Nama operator itu telah berkibar sejak tahun 1989. Lody Korua, pendiri dan Direktur Arus Liar, menuturkan, ide untuk menggulirkan usaha ini muncul saat ada operator arung jeram asal Eropa yang membawa wisatawan asing menyusuri sungai-sungai di Indonesia. “Dari situ saya melihat, kenapa kami tidak bikin sendiri?” tutur Lody. Ia pun mendirikan PT Lintas Jeram Nusantara yang mengibarkan bendera Arus Liar.
Lebih dari satu dekade setelah Arus Liar menyusuri Sungai Citarik, bisnis operator rafting tidak lantas kering. Wajah baru tetap muncul hingga dua tahun terakhir. Satu di antaranya adalah Chocker Adventure Indonesia. “Sungai-sungai berarus deras di Indonesia menjadikan usaha ini sangat berpotensi, terutama jika digarap serius,” ujar Riyanto, pendiri Chocker.
Saat masih awal membuka usahanya, segmen pasar yang dituju Arus Liar baru sebatas orang dewasa, terutama orang Jakarta yang ingin berakhir pekan dengan berwisata air. Arus Liar juga membidik wisatawan asing yang dibawa oleh operator arung jeram asing.
Setelah kegiatan ini dikenal banyak orang, dan jumlah operator bertambah, pasar arung jeram pun semakin luas. Operator kini membidik segmen mulai dari anak-anak berusia 10 tahun hingga orang tua berusia 60 tahun. “Untuk orang tua, asal sehat, tidak ada riwayat penyakit jantung atau riwayat penyakit yang melarang olah raga arung jeram,” tutur Riyanto.
Memang, segmen pasar yang baru, seperti anak-anak, porsinya masih kecil dari seluruh pasar. Porsinya berkisar 10%. Segmen pasar terbesar, kini, tetap pelanggan korporasi alias perusahaan-perusahaan yang ingin menggelar kegiatan outbound bagi karyawannya.
Kendati bisnis operator arung jeram sudah terbilang lama, alih-alih surut, permintaan justru naik. Pemain lama seperti Arus Liar, bahkan sampai kewalahan melayani permintaan, dan terpaksa mengoper klien ke operator lainnya. “Tiga bulan belakangan ini permintaan melonjak,” ujar Lody.
Menurut pengamatan Lody, selama lima tahun terakhir tren permintaan meningkat antara 30%–35%. Kondisi ini membuat Lody yakin prospek usaha operator arung jeram masih memiliki prospek cerah.
Apalagi, tutur Lody, anak-anak muda kini ingin kegiatan liburan yang berbeda. Sedang mereka yang pernah menjajal, berambisi mencoba mengarungi sungai di tempat lain.
Niat mengarungi sungai-sungai yang berbeda itu ditangkap Arus Liar, dengan menawarkan program selain Sungai Citarik. Tentu, tarif yang dipasang Arus Liar untuk program ekspedisi ini jauh lebih mahal, karena biaya transportasi menuju lokasi sungai jauh lebih tinggi.
Ekspedisi yang ditawarkan Arus Liar mencakup sungai di Kalimantan Timur, seperti Sungai Boh, Sungai Mentarang, dan Sungai Malinau. Arus Liar juga merambah sungai-sungai di Sumatra Barat, seperti Sungai Kuantan, Sungai Antokan, Lembah Anai.
Di Manado, sungai yang bisa diarungi pelanggan Arus Liar seperti Sungai Ranoyapo, Sungai Nimanga, Sungai Tondano. Sedang di Aceh ada Sungai Alas, Sungai Tripa, Sungai Cikule.
Di Jawa Timur, Lintas Jeram Nusantara malah mengibarkan bendera keduanya, yakni Regulo. Pasar yang dituju utamanya mencakup wilayah Malang dan Surabaya. “Karena peminatnya di sana banyak,” imbuh Lody.
Pilihan sungai
Chocker yang masuk belakangan juga mengandalkan strategi setali tiga uang dengan Arus Liar. Chocker menawarkan beberapa sungai untuk diarungi pelanggannya. Pilihan medan pengarungan yang disediakan CAI seperti Sungai Cikaniki, Sungai Cianteun di Bogor dan Sungai Cisangkuy. Lalu di Bandung, Chocker bersedia mengantarkan pelanggannya mengarungi Sungai Cilengca dan Sungai Ciwidey.
Belum lama ini, atas permintaan pelanggan, Chocker juga melayani pengarungan sungai di luar Bogor dan Bandung yakni Sungai Cikandang, Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Untuk Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, peminatnya terbilang khusus. “Mereka yang berniat mengadakan penelitian,” ujar Riyanto.
Chocker pernah pula mendapat permintaan untuk menjajal sungai di Lampung dan Medan. “Jika melihat permintaan yang masih tinggi, bisa dibilang potensi usaha ini masih besar,” ujar Riyanto.
Usaha ini pun mengalirkan pundi-pundi ke operator arung jeram. Pemain lama, sekelas Arus Liar, menargetkan pendapatannya sepanjang tahun ini mencapai Rp 1,5 miliar per bulan atau Rp 14 miliar per tahun. Menurut Lodi sekarang ini Arus Liar melayani sekitar 1.000 orang tamu per bulan. Namun jika sedang ramai, tamu yang dilayani bengkak menjadi 700 orang per minggu.
Riyanto masih enggan berbagi omzetnya. Tetapi, dalam sebulan Chocker melayani sekitar 400 hingga 600 orang. Menurut pengakuan Riyanto laba bersih usaha operator arung jeram sekitar 15% hingga 35%.
Tarif arung jeram yang dipatok operator saat ini bervariasi sesuai dengan tingkat kesulitan di sungai tersebut. Arus Liar mematok tarif mengarungi Sungai Citarik berkisar Rp 225.000 hingga Rp 485.000 per orang. Harga itu sudah termasuk konsumsi, penginapan, transportasi, asuransi, dan sertifikat. Di Jawa Timur, Arus Liar memasang banderol jasa tarif sekitar Rp 199.000–Rp 309.000 per orang. Paket ekspedisi menyusuri sungai-sungai di Kalimantan, tarifnya sekitar Rp 30 juta hingga Rp 75 juta.
Chocker mematok tarif mengarungi sungai di Bogor berkisar antara Rp 185.000–Rp 375.000 per orang. Adapun tarif menikmati jeram di Bandung mulai dari Rp 200.000 hingga Rp 1,5 juta per orang. Di Cikandang, Garut tarif mulai Rp 850.000 hingga Rp 2 juta per orang.
Selain pendapatan sebagai operator arung jeram, Chocker juga memperoleh pendapatan dari kerja sama dengan Jungleland di Bogor. Kongsi ini berawal ketika Jungleland ingin menambahkan wisata air di area wisatanya. Chocker lantas mengusulkan wahana arung jeram, karena lokasi Jungland dilalui Sungai Ciherang Bogor. “Mereka setuju membangun wahana arung jeram dan mempercayakan Chocker sebagai operator,” tutur Riyanto.
Karena lokasi arung jeram di tempat wisata, menurut Riyanto pasar anak-anak memberi kontribusi pendapatan hingga 35%. Dalam sebulan, wahana itu dinikmati sekitar 1.500 orang, atau menghasilkan omzet Rp 30 juta per bulan. Pemasukan itu dibagi bersama antara Jungleland dan Chocker.
Usaha ini semakin menarik karena kebutuhan modal untuk memulainya sangat bergantung pada seberapa besar skala usaha yang diinginkan. Jika ingin memulai dengan skala besar, tentu Anda perlu membeli perahu karet dalam jumlah banyak, dan sebaliknya.
Riyanto termasuk yang memulai dengan skala kecil. Dua tahun silam, ia mengawali usaha ini dengan modal Rp 60 juta, yang digunakan untuk membeli dua buah perahu karet dan perlengkapannya. Dengan 2 perahu karet itu, Riyanto mengaku sudah balik modal dalam waktu dua tahun.
Bagi mereka yang memulai dengan skala besar, membutuhkan modal awal sekitar Rp 600 jutaan. Separuh dari modal itu terserap untuk penyediaan perahu dan peralatan lain. Maklum, usaha ini mengharuskan pemenuhan standar keselamatan bagi pelanggan. Jadi, operator harus menyediakan peralatan berkualitas. Lebih ideal lagi, jika peralatan yang dipakai memenuhi standar International Rafting Federation (IRF).
Sebagai gambaran harga perahu karet berbahan hypallon buatan Eropa atau Amerika Serikat berkisar Rp 80 juta. Namun ada pula perahu karet berbahan PVC bikinan China seharga Rp 15 juta–Rp 20 juta.
Tentu, kekuatan dan daya tahan kedua jenis perahu karet ini jauh berbeda. Perahu berbahan hypallon awet dipakai hingga 5 tahun. Adapun usia perahu karet berbahan PVC berkisar 2 tahun hingga 3 tahun.
Aset lain yang harus dimiliki operator adalah para instruktur yang memiliki jam terbang memadai. Instruktur ini yang memegang peran penting saat perahu mengarungi sungai dan jeram-jeramnya. Sayangnya, di Indonesia belum ada lembaga yang berwenang menerbitkan sertifikat bagi para instruktur.
Kebanyakan operator saat ini merekrut instruktur dari organisasi pecinta alam. Anda juga bisa menyewa instruktur yang sudah berpengalaman dan memiliki sertifikat untuk menularkan keahliannya ke penduduk di sekitar sungai. Strategi ini memenuhi kebutuhan sumber daya manusia sekaligus menjaga hubungan baik usaha Anda dengan masyarakat yang tinggal di sekitar sungai.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR