Indonesia berpotensi besar mengembangkan kewirausahaan sosial. Idenya, suatu kawasan wisata bisa dikelola oleh masyarakat atau komunitas, sesuai dengan kekhasan dan kearifan lokal, bukan oleh pengusaha atau pemegang modal.
Masalahnya, tidak semua komunitas juga memiliki kepercayaan diri atau cukup pengetahuan untuk mengembangkan kewirausahaan sosial.
Kewirausahaan sosial bukanlah konsep baru. Sejak lama, komunitas di dunia—khususnya di Inggris—memulainya di segala lini. Bidang usaha yang semula dipegang oleh swasta, kemudian dipegang oleh komunitas.
Berbekal konsep ini, komunitas menyelesaikan masalah dunia menggunakan solusi lokal. Dalam kewirausahaan sosial yang lebih dipentingkan adalah pemberdayaan berkelanjutan. Komunitas itu harus mempertanggungjawabkan dukungan dan donasi yang diterimanya, tanpa perlu terus-menerus dipantau oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Beberapa contoh komunitas yang terbilang cukup berhasil mencetuskan inovasi dari segi pengembangan dan pengelolaan produk atau jasanya, antara lain Komunitas Kasepuhan Ciptagelar di Halimun dan Komunitas Hong di Bandung.
Kasepuhan Ciptagelar terbilang sukses melestarikan alam. Mereka mengajak masyarakat setempat dan pengunjung menanam pohon dan mengikuti ritual tradisi yang dipersembahkan bagi alam. Hebatnya, komunitas ini merangkul teknologi. Mereka kemudian memiliki stasiun radio dan televisi sendiri, akses internet WiFi, dan pembangkit listrik tenaga air (tidak bergantung pada PLN).
Bayangkan jika sejak awal Bali dikelola dengan konsep kewirausahaan sosial ini. Mungkin budayanya masih lebih terawat. Isu air, tanah, dan sampah di Bali mungkin tidak akan seperti sekarang.
Sayangnya banyak tempat di Bali dan Lombok yang telanjur diambil alih pemegang modal. Masyarakat desanya malah tersingkir. Kalau pun mereka dilibatkan ya, mendapat porsi bawah sebagai pekerja bukan pengelola—apalagi pemilik.
Padahal sektor pariwisata akan menjadi area menarik bila dikemas dengan konsep kewirausahaan sosial yang lebih sesuai karakter lokal.
* Artikel lengkap pernah dimuat di dalam NATIONAL GEOGRAPHIC TRAVELER, April 2012
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR