Beberapa tahun setelah kedatangan kapal ke Batavia pada 1622, rupanya rencana J.P Coen gagal karena gadis-gadis suci perawan yang diharapkannya tidak dikirim. Dia, sebagai pendiri Batavia menganggap dewan direksi itu tidak serius membangun koloni. Selain itu perkawinan perempuan dan laki-laki Belanda di Hindia mengalami keguguran dan tingginya kematian anak.
Berbeda dengan Coen, para direksi di Heren XVII lebih berpendapat biaya pengangkuatan gadis yatim piatu yang sudah cukup umur untuk dikawinkan harganya mahal untuk diajak ke Batavia. Perempuan juga menjadi 'beban' di kapal, yakni menyebabkan disiplin yang buruk bagi awak.
Solusi bagi kemandulan dan kematian anak justru lebih baik "...jika laki-laki kita mengawini perempuan pribumi, maka lahirlah anak-anak yang kuat, tegap, serta panjang umur." Para direksi lebih setuju dengan perkawinan campur yang bisa beradaptasi di iklim tropis.
Pada 1632, gerbang untuk perempuan ke Hindia Timur di tutup kembali. Syarat pernikahan campur adalah harus yang seagama. Tetap saja peraturan ini tidak berlaku bagi pegawai VOC di koloni, mereka lebih memilih pergundikan, yang kemudian secara terpaksa dilegalkan kembali.
Baca Juga: J.P. Coen Memuji Warga Tionghoa, Namun Mengapa VOC Membantai Mereka?
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR