Kabut masih belum lenyap benar saat pria tersebut berusaha merengkuh ujung-ujung dahan akasia (Acacia nilotica) dengan galah bambunya. Sesekali mengaso, ia membuka botol minumannya yang dibebat dengan kain basah,"Ini cara saya biar airnya adem terus," ujarnya sambil menawarkan diri untuk berbagi air.
Pria paruh baya bernama Marcel ini tidak sendiri. Setiap pagi, para penduduk yang tinggal di sekitar Taman Nasional Baluran datang, menjelajah hutan akasia yang jumlahnya ribuan hektare untuk diambil bijinya. "Untuk campuran kopi mas," kata Marcel menjelaskan fungsi dari biji hitam yang diambilnya itu.
Pria berdarah Madura ini menjelaskan bahwa mencari biji akasia adalah pekerjaannya di samping beternak. Memang hasilnya tidak banyak, tapi setidaknya bisa membuat istri dan dua anaknya makan cukup.
"Selama ini pihak Taman Nasional ndak melarang, asal pohonnya ndak ditebang," kata Marcel.
Taman nasional seluas 25.000 hektare ini menjadi penting, tidak hanya untuk flora dan fauna di dalamnya, melainkan juga populasi manusia yang ada di dalam dan sekitarnya. Ada ratusan kepala keluarga seperti Marcel yang menggantungkan hidup dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di Baluran.
Mereka mengambil biji akasia, menggembala ternak di padang-padang rumput, hingga berburu ikan dan kima yang banyak ditemui di sekitar Pantai Bama. Maka menjaga Baluran agar tetap lestari adalah hal mutlak yang harus dilakukan agar siklus kehidupan tetap berjalan.
Di lain pihak, ada pula masyarakat yang mengandalkan aspek pariwisata di Baluran sebagai penghidupan. Suroso, seorang penduduk yang tinggal di kawasan Taman Nasional, mengatakan bahwa pihak Balai Taman Nasional memberikan kesempatan pada penduduk untuk bekerja sama membangun pariwisata di Baluran. "Saya sering mengantarkan tamu ke Sabana Bekol atau saya biasa menyewakan motor harian," kata Suroso, "Jika pengunjung di Baluran ini banyak, seperti saat liburan, maka kami juga kebagian. Jasa ojek laku keras mas."
Sejalan dengan Suroso, Kepala Balai Taman Nasional Baluran, Indra Arinal, mengatakan bahwa ia membuka lebar pintu dialog dengan penduduk lokal untuk bersama-sama memajukan pariwisata Baluran. "Sebelum ini, saya mengumpulkan pemuda di sekitar Baluran untuk bicara tentang transportasi buat wisatawan yang datang..." kata Indra.
Salah satu visinya selama memimpin taman nasional adalah mengembalikan Baluran seperti tahun 1960. "Itu masa-masa kejayaan Baluran, dulu Kaisar Jepang, Syah Iran, dan Pangeran Philips pernah kesini hanya untuk safari keliling sabana dan lihat ayam hutan," kata Indra yang mengandaikan alam Baluran sangat mirip dengan Taman Nasional Serengeti di Tanzania, Afrika.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR