Ketakutan manusia akan ular justru membuat spesies ini menjadi terancam. Padahal keberadaan ular sebagai predator sangat penting bagi keberlangsungan ekosistem.
"Binatang yang paling banyak membunuh manusia itu sebenarnya bukan ular," ujar Salah satu Direktur Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), Indra Gunawan, saat membuka peluncuran buku 107+ Ular Indonesia yang karya fotografer alam liar Riza Marlon, di Jakarta, Sabtu (3/5).
"Menurut data yang saya dapatkan dari Mosquito Week: dalam satu tahun, pembunuh manusia terbanyak justru dari hewan yang kecil, yaitu nyamuk. Hewan tersebut—secara global— dapat membunuh lebih dari 700 ribu manusia dalam satu tahun. Lalu pada pada urutan kedua, adalah manusia. Spesies ini justru banyak membunuh kaumnya sendiri.
"Sedangkan ular justru berada di urutan tiga," jelas Indra. Di alam liar, ular justru akan takut dengan manusia, mereka akan menyerang karena naluri bertahannya.
Melihat kondisi ini, Indra menganggap keberadaan buku yang dibuat oleh Riza Marlon, bisa menjadi pegangan agar manusia lebih peduli pada hewan yang menjadi lambang farmasi ini. Yayasan KEHATI adalah organisasi yang selalu mendorong upaya pelestarian keanekaragaman hayati. Ular adalah salah satu bentuk keanekaragaman hayati di Indonesia, sehingga perlu untuk diapresiasi.
Di tempat yang sama, ahli ilmu biologi yang banyak meneliti tentang ular, Jatna Supriatna, menjelaskan bahwa ular dianggap menakutkan sebenarnya karena training yang salah. "Kalau manusia berani, sebenarnya tidak binatang yang akan berani pada kita," ujarnya.
Lebih lanjut Jatna mengungkapkan bahwa ular memiliki sensor yang sangat peka terhadap hormon yang ada pada manusia yang biasa keluar ketika manusia merasa takut. "Kalau kita takut, keluar hormon yang bisa dideteksi ular," katanya. Pada jenis-jenis ular tertentu, perbedaan suhu udara yang muncul akibat hormon tersebut meskipun hanya 0,01 derajat saja, bisa terdeteksi.
Sehingga ketika karena ketakutannya, manusia menyerang ular, mereka justru akan terkena patuk ular tersebut. "Jangan coba-coba bunuh ular kalau tidak cepat, pasti ular lebih cepat. Itulah kenapa saya tidak pernah membunuh ular," tambahnya.
Kemudian jika manusia sudah terlanjur tergigit ular berbisa, Jatna mengingatkan untuk segera merujuk pada dokter. Tetapi tidak perlu panik. "Karena tidak ada yang mati dalam 1 jam karena gigitan ular. Ular kobra pun bisa membunuh dalam 4 sampai 5 jam," katanya. Kepanikan justru membuat efek racun ular bertambah parah.
Buku ini menurut Jatna bisa menjadi panduan bagi orang awam untuk mulai mengenal ular dan akhirnya menjadi tidak takut lagi.
Sementara itu, Riza Marlon yang sudah lebih dari 20 tahun berkecimpung sebagai fotografer satwa, membuat foto ular ini sebagai panduan masyarakat ketika bertemu dengan ular.
"Dengan mengenali morfologinya (bentuk tubuh), masyarakat bisa mengetahui mana ular berbisa dan tidak berbisa. Sehingga mereka bisa lebih berhati-hati," katanya. Menurutnya manusia tidak perlu takut dengan ular karena suatu saat ular mungkin bisa sangat berguna bagi manusia.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR