Hingga tahun lalu, penyakit karena koronavirus itu hanya ditemukan di Timur Tengah dan Eropa. Kini, Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS) itu kian menyebar luas ke berbagai belahan dunia. Kasus sudah ditemukan di Asia Tenggara dan Amerika Utara.
Sejak pertama kali dilaporkan di Arab Saudi pada 2012, sudah 425 kasus MERS di seluruh dunia dan 131 kasus di antaranya berakhir kematian. Itu berarti kematian MERS 31 persen.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) dan Amerika Serikat (CDC) menyebutkan, hingga 4 Mei 2014, jumlah kasus MERS di kawasan Timur Tengah mencapai 409 kasus, 124 pasien di antaranya meninggal.
Kasus terbesar di Arab Saudi. Di Eropa, ada 10 kasus dan lima di antaranya meninggal. Ada 2 kasus di Asia, 3 kasus di Afrika, dan 1 kasus terakhir di Amerika Serikat yang dilaporkan Jumat (2/5).
Berdasarkan data WHO, mereka yang terjangkiti MERS, dua pertiganya laki-laki. Median umur pasien adalah 52 tahun.
Lalu menurut studi pada jurnal Lancet Infectious Diseases, akhir Juli 2013, 96 persen yang terinfeksi juga adalah pengidap penyakit kronis. Kontak langsung dengan orang yang terjangkiti virus bisa menjadi sumber penularan MERS.
Meski belum ditemukan di Indonesia, Kementerian Kesehaatan meningkatkan kewaspadaan terhadap penularan virus itu. Saat ini jumlah tenaga kerja Indonesia yang berada di Timur Tengah, khususnya Arab saudi, terhitung besar.
Banyak WNI yang bepergian ke Arab Saudi menunaikan umrah.
Untuk itu, pemerintah mengeluarkan peringatan kepada masyarakat, terutama yang akan bepergian ke Timur Tengah. "Kami memberikan peringatan ke semua kabupaten atau kota, mengundang semua biro perjalanan penyelenggara umrah untuk memberikan peringatan mengenai MERS," ungkap Menkes Nafsiah Mboi.
Sejauh ini, pemerintah sebatas memperingatkan warga yang hendak bepergian ke negara di mana ada kasus MERS — secara khusus Arab Saudi.
Ada pun WHO belum mengeluarkan larangan bepergian ke Arab Saudi. Dan Pemerintah Arab Saudi menjamin dapat mengendalikan penularan.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR