Penurunan kualitas lingkungan di kawasan Gunung Slamet itu bukan lagi sekadar ancaman karena saat ini sudah terjadi. Salah satu indikatornya adalah penurunan populasi beberapa flora dan fauna endemik gunung.
Berdasarkan survei Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jateng, Gunung Slamet merupakan habitat endemik bagi fauna, seperti elang jawa, macan tutul, surili jawa, owa jawa, rekretan, kucing hutan, dan kijang. Juga untuk beberapa jenis tanaman, seperti anggrek permata, kantong semar, palem jawa, dan pinang jawa.
Namun, saat ini hampir semua flora dan fauna di atas kian sulit dijumpai di kawasan hutan lindung Slamet seluas 20.000 hektar. Bahkan, terdapat dua satwa yang masuk daftar ”merah” atau terancam punah, yakni owa jawa dan elang jawa.
Berdasarkan pantauan BKSDA selama setahun terakhir, di wilayah lereng selatan Gunung Slamet saat ini hanya tersisa tiga pasang elang jawa. Jumlah itu susut karena pada 2005 masih ada setidaknya lima pasang elang jawa. Menurut Koordinator Pengembangan Program Suaka Elang Gunawan, rusaknya habitat akibat degradasi lingkungan mengganggu perkembangbiakan elang jawa.
Sistem deposit
Pendaki gunung yang jumlahnya mencapai puluhan ribu orang per tahun, lanjut Gunawan, semestinya turut berandil dalam pelestarian Gunung Slamet. Dia berharap komunitas FSPL ikut mempromosikan kampanye pendakian tanpa mengotori gunung. Mereka paham, harus ada langkah preventif mencegah pendaki mengotori gunung. Untuk itu, mereka mulai menerapkan aturan semacam deposit untuk penanganan sampah.
”Pendaki yang akan naik ke puncak gunung diminta menjaminkan barang atau uang di Pos Pendakian Bambangan. Jaminan itu bisa diambil kembali dengan menyerahkan sampah yang dihasilkannya sendiri,” kata Dodo.
Namun, rencana itu baru akan dikoordinasikan lagi dengan Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Purbalingga selaku pengelola jalur pendakian Gunung Slamet. Mereka juga mengagendakan aksi bersih-bersih gunung secara rutin. Kepala Bidang Pariwisata Dinparpora Purbalingga Prayitno mengapresiasi aksi nyata sekelompok pemuda pencinta alam terhadap pelestarian gunung yang aktif di Jateng itu.
”Pengelola juga tidak akan mungkin membawa turun sampah dari para pendaki. Gerakan ini harus dimulai untuk memantik kepedulian pendaki lain,” ujar dia.
Anggota FSPL Gunung Slamet sadar, menjadi pencinta alam harus lebih dari sekadar penikmat alam. Bahkan, dalam benak mereka terpatri bahwa sebagai seorang pendaki gunung sekaligus seorang pencinta alam, mereka rela meninggalkan gunung untuk selama-lamanya jika itu bisa melestarikan kehidupan di dalamnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR