Nationalgeographic.co.id—Belum lama ini hasil pengamatan dengan menggunakan teleskop Hubble mengejutkan para ilmuwan yang sedang mempelajari galaksi-galaksi awal di alam semesta. Awal tahun 2021 ini mereka menemukan enam galaksi besar yang tampaknya telah mati selama periode paling aktif kelahiran bintang-bintang di alam semesta.
Teleskop Luar Angkasa Hubble NASA memata-matai enam galaksi itu, yang tampaknya kehabisan gas hidrogen dingin yang dibutuhkan untuk membuat bintang-bintang. Sementara sebagian besar galaksi lain menghasilkan bintang-bintang baru dengan kecepatan tinggi.
"Pada titik ini di alam semesta kita, semua galaksi seharusnya membentuk banyak bintang. Ini adalah zaman puncak pembentukan bintang," Kate Whitaker, seorang asisten profesor astronomi di University of Massachusetts dan penulis utama studi baru-baru ini tentang enam galaksi tersebut, dalam siaran pers yang dibagikan NASA.
"Jadi, apa yang terjadi dengan semua gas dingin di galaksi-galaksi ini sejak dini?" ujar Whitaker seperti dikutip dari CBN News.
Laporan studi tentang enam galaksi besar yang mati secara misterius itu telah diterima oleh jurnal Nature sejak Juli 2021 dan baru-baru ini dipublikasikan secara online jurnal tersebut pada 22 September 2021.
Tanpa gas hidrogen dingin yang diperlukan untuk bahan bakar bintang-bintang dan melahirkan bintang-bintang baru, galaksi-galaksi itu pada dasarnya mati. Galaksi-galaksi itu juga tidak dapat meremajakan diri mereka sendiri, bahkan jika mereka telah menyerap galaksi-galaksi kecil dan awan-awan gas di dekat mereka.
Baca Juga: Kabar dari Langit, Teleskop Hubble Berhasil Diperbaiki Usai Mati Suri
Namun alasan mengapa galaksi-galaksi itu mati di tempat pertama kematian mereka itu masih menjadi misteri.
"Apakah sebuah lubang hitam supermasif di pusat galaksi itu menyala dan memanaskan semua gas?" ujar Whitaker mengajukan sebuah hipotesis.
"Kalau begitu, gasnya mungkin masih ada, tapi sekarang gas itu panas. Atau bisa saja gas itu dikeluarkan dan sekarang tercegah untuk mengumpul kembali ke galaksi tersebut. Atau apakah galaksi itu telah menggunakan semua gasnya, dan pasokannya terputus?"
"Ini adalah beberapa pertanyaan terbuka yang akan terus kami jelajahi dengan pengamatan baru di masa mendatang," tambah Whitaker.
Baca Juga: Elon Musk Mau Ubah Starship SpaceX Jadi Teleskop Luar Angkasa Raksasa
Hubble digunakan oleh para astronom untuk mendeteksi galaksi-galaksi. Kemudian, dengan menggunakan Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA) di Chili utara, para peneliti dapat mendeteksi apakah galaksi-galaksi tersebut mengandung debu dingin yang menandakan keberadaan gas hidrogen.
Namun karena galaksi-galaksi itu sangat tua dan sangat jauh, para ilmuwan tidak akan dapat menemukannya tanpa teknik yang dikenal sebagai "pelensaan gravitasi," jelas NASA.
Tim peneliti menggunakan gugus galaksi supermasif yang lebih dekat ke Bumi sebagai teleskop-teleskop alami. Cahaya dari objek-objek yang jauh itu kemudian diperbesar oleh gravitasi gugusan galaksi supermasif ini.
Baca Juga: Teleskop Hubble Tangkap Gambar Detail Triangulum, Si Galaksi Tetangga
Menurut NASA, ketika galaksi-galaksi yang sangat jauh itu berada di belakang sebuah gugusan galaksi supermasif ini, mereka tampak membentang dan diperbesar dalam gambar, yang membantu para astronom melihat detail yang seharusnya hilang tanpa perbesaran dari gugusan galaksi tersebut.
"Dengan menggunakan pelensaan gravitasi yang kuat sebagai teleskop alami, kami dapat menemukan galaksi yang jauh, paling masif, dan pertama yang menghentikan pembentukan bintangnya," kata Whitaker.
"Saya suka memikirkannya seperti melakukan sains tahun 2030-an atau 40-an —dengan teleskop-teleskop luar angkasa generasi berikutnya yang kuat— tetapi hari ini dengan menggabungkan kemampuan Hubble dan ALMA, yang didorong oleh pelensaan yang kuat."
Baca Juga: Astrofotografi: Bagaimana Foto-Foto Paling Ikonik Luar Angkasa Dibuat?
Mohammad Akhshik, peneliti utama program pengamatan Hubble, mengatakan bahwa timnya mengumpulkan telah sampel terbesar hingga saat ini dari galaksi-galaksi mati yang langka di alam semesta awal. Timnya ini bernama REQUIEM yang merupakan singkatan dari Resolve QUIEscent Magnified Galaxies At High Redshift.
"REQUIEM mengumpulkan sampel terbesar hingga saat ini dari galaksi-galaksi langka, berlensa kuat, dan mati di alam semesta awal, dan lensa yang kuat adalah kuncinya di sini," ujar Mohammad Akhshik.
"Pelensaan ini memperkuat cahaya di semua panjang gelombang sehingga lebih mudah untuk dideteksi, dan Anda juga mendapatkan resolusi spasial yang lebih tinggi ketika Anda memiliki galaksi-galaksi ini membentang di langit. Anda pada dasarnya dapat melihat bagian dalam galaksi-galaksi itu pada skala fisik yang jauh lebih halus untuk mencari tahu apa yang terjadi di sana."
Baca Juga: Ilmuwan: Galaksi Kita Memiliki Lebih dari 30 Peradaban di Luar Bumi
Source | : | NASA,Nature,CBN News |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR