Kawasan hutan Krueng Sabee merupakan satu kesatuan kawasan hutan yang tidak terputus dengan kawasan hutan lainnya di Provinsi Aceh bagian utara.
Kawasan ini merupakan kawasan lindung dan biasanya kami sebut sebagai kawasan hutan Ulu Masen. Dari hasil pengamatan kamera pengintai tersembunyi, kami mencatat setidaknya ada 18 jenis burung dilindungi yang tersebar di Ulu Masen. Krueng Sabee hanya bagian kecil dari bentangan ekosistem Ulu Masen.
Pengamatan kami terhenti ketika suara deru sepeda motor menyambar isi hutan menjelang siang itu. Seorang pengendara motor datang dari belakang. Pengendara itu mengingatkan agar kami tidak terlalu jauh masuk ke dalam kawasan hutan.
“Di dalam banyak lubang tambang. Ada yang masih aktif, ada pula yang sudah tidak digunakan. Salah-salah, kalian bisa terperosok ke dalam lubang,” katanya.
Pengendara itu, Zulkifli (56), sudah bertahun-tahun tinggal di wilayah desa dekat Krueng Sabee. Kehidupan sebagai penambang sudah dilakoninya selama hampir lima tahun belakangan.
Kami mempersilahkan Zulkifli bergabung dalam istirahat menjelang siang itu. Dia menceritakan, kegiatan pertambangan emas gencar dilakukan setelah Tsunami tahun 2004. Apa lagi setelah penandatanganan perjanjian damai di Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah Republik Indonesia pada 2005.
“Banyak orang tidak bekerja. Satu-satunya jalan termudah, membuka lahan atau pergi menambang,” katanya.
Tambang emas, menurut Zulkifli, memang sudah ada sejak zaman dulu. Tapi sepuluh tahun terakhir menjadi marak kembali lantaran dibiarkan begitu saja.
Hutan dibuka guna mencari sumber-sumber emas baru. Jalan yang kami lalui pun sesungguhnya adalah jalan yang biasa digunakan para petambang.
“Saya tahu bahwa pembukaan tambang dan areal pertanian baru akan menggangu kelestarian alam. Tapi kami butuh makan, anak-anak perlu biaya sekolah. Satu-satunya yang terdekat adalah kawasan hutan yang dekat dengan perkampungan,” papar Zulkifli.
Dia juga sangat paham 30 hingga 40 tahun kedepan generasi di desa-desa sekitar lokasi tambang akan terkena dampak mercuri atau air raksa. “Mungkin itu anak atau cucu saya. Pasti akan terkena penyakit, setidaknya penyakit kulit, kanker, bahkan mungkin tidak mendapat keturunan lagi,” imbuhnya.
Zulkifli meninggalkan kami dengan perasaan campur aduk. Satu sisi, miris melihat kenyataan kehidupan yang dia lalui.
Sementara di sisi lain, perlu upaya untuk mempertahankan fungsi ekosistem agar tetap dapat dimanfaatkan secara terus-menerus.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR