Jika Anda ingin mengamati bagaimana prosesnya, mari kita mulai pengamatan pada tepi pantai yang dalam sehari mengalami pasang surut.
Dalam penelitian di artikel jurnal Nature Geoscience berjudul Possible link between Earth’s rotation rate and oxygenation, para peneliti mengungkap pasang-surut menyebabkan gesekan antara air dan dasar laut berbatu. Gesekan itu menguras energi rotasi yang dapat memperlambat putarannya dan memperpanjang hari. Proses memperlambat durasi hari itu berlangsung sangat lama, bisa ratusan juta tahun, dan sulit dilacak dalam analisis geologi mendalam.
Sebenarnya pemahaman model perpanjangan durasi hari dalam proses waktu yang lama, sudah digunakan sejak studi 1980-an. 2,5 miliar tahun lalu diperkirakan satu hari sama dengan 21 jam, dan tetap relatif tidak berubah selama beberapa jutaan tahun berikutnya.
Baca Juga: Epik, Ilmuwan Jelaskan Bagaimana dan Kapan Matahari Akan Mati
Sementara Bulan mempengaruhi durasi hari lewat pasang surut, Matahari berperan memanaskan satu sisi Bumi yang mengalami perubahan hari yang mulai memanjang. Akibatnya, lautan dan atmosfer mengembang, yang membuat planet kita sedikit ke depan di jalur rotasinya.
Fenomena dua kekuatan berlawanan itu saling mencoba menggagalkan pengaruh, tetapi malah mencapai resonansi. Ketika resonansi ini mencapai frekuensi 'ajaib' kecepatan putaran rotasi menjadi lebih lama.
Judith Klatt adalah salah satu peneliti di makalah tersebut dari Microsensor Group, Max Planck Institute for Marine Microbiology, Jerman. Dia telah mempelajari mikroba cyanobacteria selama bertahun-tahun. Penelitian ini berasal dari ide dia mencoba memahami panjang hari di Bumi, yang berdampak penting bagi munculnya kehidupan yang kita kenali.
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR