"Efek panjang hari mungkin menjadi kunci tama bagaimana memecahkan teka-teki oksigenasi Bumi yang terus-menerus ini," kata Arjun Chennu, salah satu penulis studi dari Microsensor Group, Max Planck Institute for Marine Microbiology, Jerman.
"Mungkin juga berguna untuk memikirkan bagaimana proses geokimia global lainnya, mungkin terpengaruh oleh perubahan panjang hari," terangnya. Ia mencontohkan bagaimana perubahan panjang hari dan kadar oksigen, dapat memengaruhi siklus dan pelapukan karbon global ketika Bumi memiliki benua pertamanya, Pangea.
Devon Cole, ahli geobiologi Georgia Institute of Technology, menanggapi makalah ini sebagai potensi pemahaman evolusi di planet lain. Banyak para ilmuwan mempertimbangkan tingkat rotasi planet ekstrasurya sebagai faktor penopang kehidupan, tetapi makalah terbaru ini dapat menjelaskan bagaimana panjangnya hari bisa mempengaruhi biosfer dan atmosfer di planet lain.
Baca Juga: Studi Terbaru: Bulan Memberi Pengaruh Kuat pada Cara Kita Tidur
Memang betul ada banyak planet yang mengorbit bintangnya terkunci oleh gravitasi pasang surut, tetapi kebanyakan memiliki sisi yang terus mengalami siang, dan sisi lain malam abadi.
"BIsakah Anda, bahkan memiliki biosfer, yang mampu merekayasa ulang atmosfer, yang benar-benar dapat kita deteksi di planet seperti itu?" tanya Cole. "Mungkin satu-satu tempat yang benar-benar layak huni [di planet itu] berada pada zona 'matahari terbenam' permanen di sisinya."
Dia menambahkan, terkait oksigen dan kebangkitan kehidupan akibat panjang hari suatu planet adalah temuan yang "belum tentu merupakan hal pasti dapat membuat orang masuk kesimpulan."
Baca Juga: Asal Mula Astrologi, Kenapa Ramalannya Terasa Relevan untuk Kita?
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR