Baca Juga: Resep Medis 'Bapak Kedokteran' Tersingkap di Biara Kuno Mesir
Rahang Penghancur
Penyebab patah rahang yang dialami prajurit itu tidak jelas, tetapi ada kemungkinan dia terjatuh saat menunggangi kuda, trauma pertempuran akibat ujung tombak atau senjata genggam tajam lainnya, atau akibat pecahan dari senjata yang dipicu oleh bubuk hitam. Hal ini dituliskan Agelarakis dalam studi barunya yang diterbitkan secara daring pada September dengan judul Mediterranean Archaeology and Archaeometry.
Dalam penelitian ini dirincikan secara jelas bahwa prajurit itu meninggal antara usia 35-40 tahun, dan sepuluh tahun sebelum itu, sekitar tahun 1373 ia mengalami patah rahang yang parah. Analisis gigi di rahang bagian bawah mengungkapkan adanya kawat tipis berbentuk zig-zag di sekitar pangkal gigi pria itu untuk menyatukan rahangnya agar sembuh.
Kawat yang digunakan sudah lama hilang, tetapi Agelarakis menduga itu emas. Karena tidak ada bukti dari paduan perak yang akan meninggalkan perubahan warna keabu-abuan, dan juga tidak ada jejak patina atau noda asam tembaga kehijauan yang biasanya ditinggalkan oleh material tembaga atau perunggu.
“Pasti itu semacam benang emas, kawat emas, atau semacamnya, seperti yang direkomendasikan dalam korpus Hippocrates yang disusun pada abad kelima SM,” ujar Agelarakis.
“Emas sendiri merupakan bahan yang lembut dan lentur tetapi kuat dan tidak beracun, hal ini menjadikan emas bahan yang pas untuk perawatan medis ini,” imbuhnya.
Jika prajurit itu masih aktif bertugas Agelarakis menduga bahwa prajurit itu akan kesusahan untuk berbaring, minum, ataupun makan-makanan cair. Untuk diagnosa lainnya juga tidak jelas apakah prajurit itu terluka dalam insiden yang menimpanya.
Perawatan medis yang luar biasa ini dan menggunakan bahan yang tidak biasa menunjukkan bahwa prajurit itu adalah orang yang sangat penting di masa hidupnya.
“Dia adalah pemimpin militer, kemungkinan besar dari benteng itu, oleh karena itu dia dipenggal oleh Ottoman ketika mereka mengambil ahli benteng,” ujar Agelarakis.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Agnes Angelros Nevio |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR