Nationalgeographic.co.id—Pada masa kolonial, para ilmuwan Eropa meneliti banyak hal di belahan Bumi lainnya. Hampir semua disiplin menggunakan pandangan teori dan metode yang dikembangkan oleh ilmuwan dari Eropa yang berada di belahan utara Bumi, tak terkecuali tentang evolusi.
Perlahan, teriritori yang dijajah negara-negara Eropa memiliki kesadaran sendiri untuk mengembangkan pengetahuannya, dan memerdekakan negaranya. Pengembangan pengetahuan berlanjut, oleh negara bekas koloni lainnya, seperti Amerika Serikat.
Seiring dengan pengembangan pengetahuan tentang adaptasi makhluk hidup oleh peneliti di belahan bumi lain, ternyata memiliki bias. Darin Croft, profesor biologi di Case Western Reserve University (CRWU), Ohio, Amerika Serikat, mengungkap bias ini bahkan mempengaruhi proyeksi para cara hewan beradaptasi terkait perubahan iklim di masa depan.
Dia bersama Marena Lorente, peneliti dari Conicet-División Paleontología Vertebrados, Museo de La Plata, Argentina, memaparkan temuan ini dalam makalah di jurnal PLOS ONE, 17 Agustus lalu. Temuan itu didapati dengan mempelajari bagaimana kaki mamalia berkuku tertentu yang telah punah, seperti notoungulata dan litopterna, berevolusi antara 23 juta dan 12.000 tahun silam.
Croft dan Lorente membandingkan perubahan yang terjadi dengan hewan serupa, seperti kuda, hewan yang berevoulsi di Ameruka Utara dan Eurasia dalam periode waktu yang sama.
Kerabat kuda di dua benua belahan utara bumi itu berdasarkan laporan sebelumnya, mengembangkan kaki yang lebih panjang agar bisa berlari lebih cepat dan lebih efisien, dan gigi yang lebih panjang untuk berdapatasi ketika hutan lebat menjadi padang rumput terbuka.
Baca Juga: Adanya Bias Mengerikan Membuat Kita Meremehkan Rasa Sakit Orang Miskin
"Tetapi ini tidak terjadi di Amerika Selatan, meskipun ada bukti bahwa hewan-hewan ini juga telah berpindah dari hutan ke padang rumput," kata Croft, dikutip dari rilis 28 September.
Temuan itu menunjukkan bahwa sejatinya beberapa pola evolusi mamalia bukan karena didorong secara ketat oleh perubahan iklim dan perubahan habitat. "Jadi, apa yang kita anggap sebagai pola universal dalam evolusi mamalia mungkin tidak begitu universal," lanjutnya.
Pemahaman yang selama ini ada, terkait pola secara luas mengenai evolusi dan catatan fosil, hanyalah berdasarkan temuan dari ilmuwan di Amerika Utara dan Eurasia. Dia berpendapat, fenomena ini mengabsenkan pandangan dari Belahan Bumi Selatan, khususnya Amerika Selatan tempatnya meneliti.
"Oleh karena itu, interpretasi kita tentang masa lalu—dan proyeksi tentang bagaimana hewan mungkin merespons perubahan di masa depan—tidak lengkap," papar Croft.
Hal ini disebabkan Amerika Selatan secara geogragfis terisolasi selama sebagian besar 66 juta terakhir. Berbeda dengan Amerika Utara dan Eurasia yang memiliki sisa fosil yang kaya, yang membuat banyak temuan karya ilmiah paleontologi secara historis di sana.
Baca Juga: Asal-Usul Monyet Amerika Selatan: Migrasi Menyeberang dari Afrika
"Amerika Selatan tidak tersentuh oleh mamalia dari benua lain selama jutaan tahun, dan solusi yang dibuat oleh mamalia aslinya seringkali berbeda dari solusi yang dikembangkan oleh mamalia di tempat lain," terangnya. "Itu membuatnya tidak hanya menjadi tempat yang menarik untuk belajar, tetapi juga tempat yang penting."
Pemahaman dari geografis yang berbeda inilah membuat para ahli salah ketika meneliti evolusi hewan di Amerika Selatan, Croft berpendapat. Lewat pendapatnya itu, kini dia melanjutkan penyelidikannya terhadap mamalia prasejarah di sana, dan menyarankan agar ilmuwan lain harus bisa bersaing dengan bias itu dalam pekerjaan penelitiannya di masa mendatang.
Terkait hewan yang menjadi fokus penelitiannya, dia berencana memeriksa aspek lain untuk menentukan jenis habitat dan spesifik tempat tinggalnya.
"Informasi ini akan membantu memperjelas 'mengapa?' di balik pola yang kami temukan," terangnya. "Ini juga akan membantu memperjelas sejauh mana penjelassan untuk pola [adaptasi] di benua lain yang bisa jadi bias oleh dunia tempat kami hidup saat ini (Belahan Bumi Utara)."
Baca Juga: Evolusi Tanaman Terjadi dalam Dua Ledakan yang Terpisah 250 Juta Tahun
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR