Setelah dirawat di Rumah Sakit Sari Asih, Ciputat, Tangerang Selatan sejak 9 Juli 2014, Effendy Soleman (63) mengembuskan napas terakhir, pada Kamis (10/7) lalu pukul 23.15.
Gustianingsih, istri almarhum, menyebutkan, Effendy meninggal karena gangguan paru-paru.
Effendy dikenal sebagai petualang tunggal. Mendaki gunung dan mengarungi lautan ia jalani sejak muda. Namun di lautanlah ia menjangkarkan hatinya.
Rekan kerja Effendy ketika masih menjadi pewarta di tabloid Mutiara, Arif Suharto, mengatakan bahwa petualangan pertama Effendy pada 1986. Memakai perahu cadik dari batang pohon nangka, ia mengarungi laut dari Jakarta menuju Toboali, Bangka.
"Effendy itu petualang tunggal. Bukan karena tidak mau bersama-sama, melainkan yang lain tak bisa mengikutinya," ujar Arif. Ia pelaut ulung. Kelincahan dan fisiknya yang kuat, membuat tak ada yang mengira ia cepat pergi.
Kecintaannya pada laut membuat Effendy selalu kembali melaut. Pada 1989, bertajuk Ekspedisi Cadik Nusantara, ia berlayar dari Jakarta menuju Brunei. Petualangan pergi-pulang itu 100 hari lamanya.
"Effendy itu juga kreatif, pemikirannya aktif. Sebenarnya jauh lebih banyak yang ingin ia lakukan dibandingkan yang telah dikerjakan," ungkap Dinni Moeljadi, sahabat almarhum. Pada 1996, ekspedisi dari Jakarta ke Malaysia dan Jakarta ke Dumai pada 2003.
Petualangan terakhir Effendy dari Bali-Brunei pada 2013. Ekspedisi menggunakan jukung Bali itu telah tertuang dalam buku Jukung Lintas Nusa. (Baca di sini)
Sebenanya, tahun ini Effendy berencana mengarungi lautan Sabang-Merauke. "Kita kehilangan petualang yang tak tergantikan," kata Dinni.
Kecintaan Effendy pada laut ditularkan pada buah hatinya, Mala Soleman (5). Almarhum ingin Mala tidak hanya mengenal permainan elektronik, tetapi juga laut.
Selamat jalan, Bang Pendi...
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR