Nationalgeographic.co.id—Umumnya, pandangan kita terhadap juru tulis dan iluminator manuskrip di abad pertengahan Eropa selalu diisi oleh laki-laki. Mereka adalah para biarawan yang bekerja untuk menyalin pengetahuan dunia pada perkamen.
Melalui temuan arkeologi tahun 2019, para peneliti mengungkap bahwa beberapa pekerjaan itu juga dilakukan oleh perempuan di Dalheim, Jerman yang dilabeli B78 dari tahun 1100 Masehi.
Perempuan dianggap sangat terampil, dihormati, dan dipercayakan dalam menggunakan beberapa pigmen paling mahal yang tersedia untuk seniman abad XI, lanjut mereka. Hal itu diungkap dengan meneliti pigmen pada kerangka yang ditemukan para peneliti.
"Penggunaan awal pigmen ini oleh seorang wanita religius menantang asumsi luas tentang ketersediaannya yang terbatas di Eropa abad pertengahan dan produksi teks-teks yang diterangi gender," tulis mereka dalam makalah berjudul Medieval women’s early involvement in manuscript production suggested by lapis lazuli identification in dental calculus.
Bukti itu berada pada mulut kerangka yang memiliki plak. Plak itu menjebak dan melindungi DNA dari berbagai bakteri di dalam mulut, termasuk jejak makanan dan minuman mereka di masa lalu.
Lewat itu, para arkeolog di jurnal Science Advances bisa mendapatkan pemahaman tentang pola makan dan penyakit yang mempengaruhi masyarakat Eropa di abad pertengahan yang belum mengenal kedokteran gigi. Kelompok penelitian ini dipimpin oleh Anita Radini dari Department of Archaeology, University of York, Inggris.
Baca Juga: Setelah 2.600 Tahun, Investigasi Kematian Mumi Perempuan Terpecahkan
Namun apa yang ditemukan kelompok penelitian sungguh mengejutkan. Pada keausan yang sedikit pada tulang perempuan ini, menggambarkan bahwa semasa hidup ia menjalani kehidupan yang tidak terlalu menutut secara fisik.
Pada plak gigi juga ditemukan partikel biru yang tertanam. Saat ditelusuri ternyata adalah mineral lazuardi, yang juga dikenal sebagai batu permata lapis lazuli yang kini kerap dipakai di cincin berharga mahal. Asal mineral ini hanya bisa ditemukan di Afganistan, dan untuk mencapai Eropa tentu membutuhkan jaringan perdagangan kompleks yang membentang ribuan mil pada masanya.
"Kami tahu orang itu berulang kali terpapar debu ini. Itu adalah perilaku yang berulang, pasti," ujar Radini pada National Geographic. "Ini adalah bukti kerajinan pertama yang kami miliki."
Baca Juga: Fatima Al-Fihri, Perempuan Muslim Pendiri Universitas Pertama di Dunia
Diperkirakan semasa hidupnya, pigmen berharga ini bisa sampai di mulut wanita Jerman abad ke-11 ini adalah karena mencium gambar yang mengandung lapisan itu, sebagai bagian dari ritual kebaktian, atau terlibat dalam 'pengobatan singkat'. Tim peneliti lebih memilih dugaan bahwa pigmen biru ini bisa ada di mulutnya, karena B78 semasa hidupnya sering menjilati kuasnya untuk melukis.
Tentu lapis lazuardi sebagai benda berharga yang mahal harganya, tidak bisa dipercayakan pada sembarang artis, ujar Alison Beach, sejarawan dari Ohio State University yang terlibat dalam penelitian.
"Fakta kalau seorang wanita diberi pigmen ini, berarti dia berada di level tertinggi, dengan reputasi seni yang dia lakukan," lanjutnya. "Ini adalah bukti fisik paling awal yang kami miliki tentang juru tulis wanita."
Beach melanjutkan, sebenarnya ada banyak referensi tertulis tentang juru tulis wanita di masa lalu, tetapi ditulis secara anonim. Tetapi para sejarawan secara tradisional berasumsi bahwa laki-lakilah yang memproduksinya, terlebih sebagian besar buku abad pertengahan memang tidak ditandai dengan nama.
Baca Juga: Gabrielle Berlatier, Perempuan yang Menerima Kuping Pelukis Van Gogh
"Ini menunjukkan banyak hal yang tidak ditandai [bahwa] dibuat oleh wanita, atau setidaknya itu kemungkinan yang harus kita pertimbangkan," tambahnya.
Anggota peneliti lainnya, Christina Warinner dari Institute of Evolutionary Medicine, University of Zürich mengatakan, bahwa plak gigi yang dipenuhi pigmen pada B78 diharapkan bisa mengubah cara sejarawan melihat peran perempuan dalam budaya Barat di abad pertengahan.
"Kami tidak hanya mengidentifikasi lazuardi di halaman gereja terpencil ini, tetapi juga ada di mulut seorang wanita,” kata Warinner. "Ini memberi kita jendela ke dalam sejarah wanita saat ini."
Sedang Radini berharap apa yang dilakukannya bersama tim bisa menjadi contoh bagi penelitian lain di masa depan, terkait identifikasi seniman dalam catatan arkeologis.
Metode gabungannya bersama disiplin lain bisa mengidentifikasi profesi seperti penenun atau pembuat tembikar, dan diidentifikasi secara akurat dengan serat tanaman atau debu tanah liat yang tertanam di plak gigi. Hal ini bisa menjadi sumber bukti yang lebih andal daripada sekadar mencari pola keausan pada tulang.
Baca Juga: Misteri Mumi Alien Berukuran Mini dari Chili Akhirnya Terpecahkan
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR