Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan UGM memanfaatkan limbah darah sapi sebagai obat luka bakar.
Di tangan mahasiswa Fakultas kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada, limbah darah tersebut dapat disulap menjadi obat luka bakar.
Mereka adalah Rahmad Dwi Ardhiansyah, Riefky Pradipta Baihaqie, Muhammad Nuri Nuha Naufal, Muhammad Atabika Farma Nanda dan Aprilia Maharani.
Rahmad Dwi Ardhiansyah yang merupakan ketua tim ini mengatakan bahwa ini adalah suatu inovasi baru untuk memanfaatkan limbah darah sapi yang belum pernah dimanfaatkan sebagai produk.
Selanjutnya ketua tim penelitian ini menambahkan bahwa selama ini sudah banyak pemanfaatan ekstrak-ekstrak dari tanaman tetapi belum banyak yang memanfaatkan limbah asal hewan.
Berdasarkan data penelitian, mereka menguji obat ciptaannya dengan menggunakan tikus, ternyata obat yang dibuat dari limbah darah sapi tersebut sangat efektif untuk mengobati luka bakar.
Bahkan obat yang nereka ciptakan juga tidak kalah kualitasnya dengan obat luka bakar yang beredar dipasaran.
Awalnya, tikus diperlakukan terkena luka bakar setelas dianastesi dan dikenai besi panas.
Setelah diberi salep darah sapi, luka bakar tersebut bisa sembuh lebih cepat dibanding dengan obat luka bakar komersial lainnya.
"Selama satu bulan, kita olesi luka tikus ini setiap pagi, siang dan malam, ternyata bisa sembuh kurang dari 21 hari," kata Rahmad Dwi Ardhiansyah saat menyampaikan hasil penelitiannya, Jumat (22/8).
Selain Rahmad, penelitian ini melibatkan empat mahasiswa FKH UGM lainnya, yakni Riefky Pradipta Baihaqie, Muhammad Nuri Nuha Naufal, Muhammad Atabika Farma Nanda dan Aprilia Maharani.
Dibuat dalam bentuk salep, dalam proses pembuatannya, setiap darah sapi yang diambil lalu kemudian disentrifugasi.
Setelah mendapatkan bagian darah yang diinginkan, dicampur dengan dengan vaselin album sebagai bahan dasar salep.
Percampuaran dari kedua bahan ini menghasilkan salep yang mereka namakan salep Platelet Rich Plasma (PRP).
Menurut Rahmad, dalam darah mengandung platelet. Dari platelet tersebut mengandung 7 macam growth factor penyembuh luka.
Faktor penyembuh luka ini selain mempercepat kesembuhan luka tapi juga memiliki kandungan antimikrobial.
Hasil dari penelitian mereka menunjukan bahwa salep hasil produksi mereka memiliki tingkat kesembuhan yang baik dengan ditandai tidak adanya bekas luka pada kulit tikus.
"Saat ini untuk membuat obat luka bakar komersial kita masih bergantung pada bahan baku obat luka bakar dari luar negeri. Maka dari itu kami menciptakan produk dari limbah darah sapi yang jumlahnya tidak terbatas karena setiap hari pasti akan ada limbah darah sapi di RPH, sehingga kita tidak perlu tergantung dengan produk-produk luka bakar dari luar," ungkap Rahmad.
Selain sebagai obat luka bakar, produk ini bisa dimanfaatkan untuk menyembuhkan luka gores, luka bekas bedah, dan berbagai macam luka pada kulit.
Produk ini juga memiliki keunggulan dibanding produk lain, yaitu pembuatannya yang mudah, praktis, murah, dapar mengurangi pencemaran, dan menghasilkan produk obat luka bakar dengan kesembuhan yang optimal.
Saat ini produk ini dalam proses paten dan hasil penelitian ini akan dipublikasikan baik pada jurnal nasional maupun internasional.
Walaupun obat ini telah menunjukan hasil yang cukup baik bagi kesembuhan luka bakar, hingga saat ini mereka mengaku masih aktif melakukan penelitian untuk menyempurnakan obat ini.
Ide untuk membuat salep dari darah sapi ini menurut Riefky, salah satu anggota tim lainnya, melihat langsung proses pemotongan sapi di Rumah Potong Hewan (RPH) Giwangan Yogyakarta.
Saat itu mereka tengah melakukan kuliah lapangan. Setelah menyaksikan langsung limbah darah yang dibuang, terbersit ide untuk memanfatkan limbah darah tersebut sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan di sekitar RPH. Seperti diketahui, setiap ekor sapi yang dipotong menghasilkan 28 liter limbah darah.
Bila setiap Rumah Potong Hewan menyembelih sekitar 20 ekor setiap harinya, diperkirakan tiap tahunnya ada 88 ribu liter limbah darah yang dibuang.
"Kita mencoba membuat satu inovasi untuk memproses darah sapi bisa bermanfaat," pungkasnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR