Nationalgeographic.co.id—Planet Venus dapat dilihat sebagai kembaran jahat Bumi. Pada pandangan pertama, ia memiliki massa dan ukuran yang sebanding dengan planet rumah kita, yang sebagian besar terdiri dari material berbatu, menampung air, dan memiliki atmosfer.
Namun, pengamatan lebih dekat mengungkapkan perbedaan mencolok di antara mereka: atmosfer CO2 tebal Venus, suhu dan tekanan permukaan yang ekstrem, juga awan asam sulfat memang sangat kontras dengan kondisi yang dibutuhkan untuk kehidupan di Bumi.
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa masa lalu Venus mungkin adalah tempat yang jauh lebih ramah, dengan lautan air cairnya sendiri. Namun, sebuah tim astrofisikawan yang dipimpin oleh University of Geneva (UNIGE) dan National Center of Competence in Research (NCCR) PlanetS, Swiss, menyelidiki apakah kembaran planet kita ini memang memiliki periode yang lebih ringan. Hasilnya, telah diterbitkan dalam jurnal Nature pada 13 Oktober 2021 berjudul Day–night cloud asymmetry prevents early oceans on Venus but not on Earth, penelitian ini menunjukkan bahwa Venus tidaklah seperti yang kita duga sebelumnya.
Studi baru menggunakan model iklim menunjukkan bahwa lautan tidak pernah terbentuk sama sekali di Venus. Baik saat ini, maupun di masa lalu.
Menggunakan model atmosfer 3D canggih seperti yang digunakan para ilmuwan untuk mensimulasikan iklim bumi saat ini dan evolusi masa depan, tim peneliti mencoba mengungkap sejarah Venus. Model ini memungkinkan tim untuk mempelajari bagaimana atmosfer kedua planet akan berevolusi dari waktu ke waktu dan apakah lautan dapat terbentuk dalam proses tersebut.
Melansir Tech Explorist, Martin Turbet, seorang peneliti di Departemen Astronomi Fakultas Sains UNIGE dan anggota NCCR PlanetS, mengatakan, “Kami mensimulasikan iklim Bumi dan Venus pada awal evolusi mereka, lebih dari empat miliar tahun lalu, ketika permukaan planet masih cair. Suhu tinggi yang terkait berarti bahwa air apa pun akan ada dalam bentuk uap, seperti dalam panci bertekanan tinggi.”
Baca Juga: Fotosintesis di Awan Venus Mungkin Mendukung Adanya Kehidupan
“Berkat simulasi kami, kami dapat menunjukkan bahwa kondisi iklim tidak memungkinkan uap air mengembun di atmosfer Venus. Ini berarti bahwa suhu tidak pernah cukup rendah untuk air di atmosfernya untuk membentuk tetesan air hujan yang bisa jatuh di permukaannya. Sebaliknya, air tetap sebagai gas di atmosfer, dan lautan tidak pernah terbentuk.” kata Turbet.
Ia pun menambahkan dalam penjelasannya, “Salah satu alasan utama untuk ini adalah awan yang terbentuk secara istimewa di sisi malam planet ini. Awan ini menyebabkan efek rumah kaca yang kuat yang mencegah Venus mendingin secepat yang diperkirakan sebelumnya.”
Dalam beberapa tahun terakhir, Venus memang telah mendapatkan begitu banyak perhatian dari sudut pandang ilmiah. Bahkan ESA dan NASA pun telah memutuskan tahun ini untuk mengirim tidak kurang dari tiga misi eksplorasi ruang angkasa selama dekade berikutnya ke planet terdekat kedua dengan Matahari ini. Salah satu pertanyaan kritis yang ingin dijawab oleh misi ini adalah apakah Venus pernah menjadi tuan rumah lautan awal atau tidak? Dan melihat dari hasil studi Turbet beserta timnya sangat jelas bahwa jawabannya adalah tidak.
Dalam simulasi itu juga menunjukkan bahwa Bumi bisa mengalami fase yang sama seperti Venus jika hanya sedikit lebih dekat ke Matahari atau jika Matahari bersinar seterang 'masa mudanya' seperti saat ini. Karena radiasi Matahari muda yang relatif lemah, Bumi bisa cukup dingin untuk memadatkan air yang membentuk lautan kita. Kita perlu bersyukur untuk kondisi ini.
“Ini adalah pembalikan lengkap dalam cara kita melihat apa yang telah lama disebut sebagai paradoks 'Matahari Muda Pudar'. Itu selalu dianggap sebagai hambatan utama bagi munculnya kehidupan di Bumi! Argumennya adalah jika radiasi Matahari jauh lebih lemah dari hari ini, itu akan mengubah Bumi menjadi bola es yang memusuhi kehidupan.” jelas Emeline Bolmont, profesor di UNIGE, anggota PlanetS, dan rekan penulis studi tersebut.
Baca Juga: Pengamatan Transit Venus dari Gang Torong Batavia Abad Ke-18
"Tapi ternyata bagi Bumi yang masih muda dan sangat panas, Matahari yang lemah ini mungkin merupakan kesempatan yang tidak diharapkan." ujarnya.
Rekan penulis studi David Ehrenreich, profesor di Departemen Astronomi di UNIGE dan anggota NCCR PlanetS, jua turut menerangkan, “Hasil kami didasarkan pada model teoretis dan merupakan blok bangunan penting dalam menjawab pertanyaan tentang sejarah Venus. Tetapi kami tidak akan dapat memutuskan masalah ini secara definitif di komputer kami. Pengamatan dari tiga misi luar angkasa Venus di masa depan akan sangat penting untuk mengonfirmasinya—atau bahkan menyangkal—pekerjaan kami ini.”
Source | : | techexplorist.com |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR