Nationalgeographic.co.id—"Bermula dari mimpi, musik Beghu kemudian diwujudkan dan dibuat ke dalam permainan musik yang nyata. Semacam mimpi yang jadi nyata," tulis Rosalinda Ceme dan timnya.
Ia bersama dengan Florentianus Dopo dan Sena Radya Iswara Samino, melakukan penelitian langsung ke Flores. Tulisannya dimuat pada Jurnal Citra Pendidikan (JCP), berjudul Kajian Organologi Dan Teknik Permainan Alat Musik Beghu Di Kampung Gezu Kecamatan Nangaroro Kabupaten Nagekeo, publikasi tahun 2021.
Jenis musik ini merupakan yang sakral dalam kehidupan masyarakat Flores. "Musik ini adalah bagian dari kehidupan bagi masyarakat pedalaman Flores, sebagai bagian dari ritus-ritus yang berkembang disana," tambah Ceme dan tim.
Alat musik Beghu dibuat dari 2 buah gendang dan 7 pasang gong bambu. Nama dari kedua gendang ini memiliki nama tersendiri. "Satu buah gendang panjang (laba lewa) dan satu buah gendang pendek (laba bhoko)," imbuhnya.
Beghu ini termasuk dalam alat musik ensambel campuran, karena terdiri dari dua alat musik yakni alat musik gendang dan alat musik gong bambu. "Cara memainkannya dengan cara dipukul," lanjutnya.
"Penamaannya itu sendiri diperkirakan diambil dari nama tempat tumbuhnya kayu meranti dan pohon bambu, kedua pohon tersebut tumbuh berdekatan di satu tempat," sambung Ceme dan tim.
Keberadaannya di tengah masyarakat adat Flores, tidak terlepas dari peran sentralnya sebagai ritus sosial, utamanya di pedalaman Kotakeo, Flores. Dilansir dari pernyataan dari Rama Prier atau Karl-Edmund Prier, bahwa Beghu dimainkan bersama dengan ruh leluhur.
Edmund Prier dalam webinar bertajuk Membaca Musik Nusantara, menjelaskan tentang risetnya ke pedalaman Flores. Webinar tersebut diselenggarakan oleh HMJ Etnomusikologi ISI Yogyakarta pada 26 Oktober 2021 lalu.
"Indonesia memiliki kekayaan musik yang beragam, tidak hanya jenis notasinya saja, melainkan unsur dan kegunaannya," ungkapnya. "Ada yang bersifat sarana meditasi, healing, sampai kepada musik untuk ritus-ritus masyarakat adat," tambah Prier.
"Musik dari Kotakeo hadir dengan kearifan lokal yang jarang ditemui dimanapun, mereka mensakralkan Beghu untuk tidak dimainkan disembarang momen atau tempat," terangnya. Masyarakat pedalaman Flores hanya menggunakannya saat momen penting saja.
Baca Juga: Untold Flores: Ritual Adak Pua Kopi di Colol Manggarai Timur
"Corak kepercayaan animisme yang masih kental di Flores, membuat masyarakatnya menggunakan musik untuk dapat berkomunikasi dengan roh leluhur mereka," jelasnya. Bagi mereka, Beghu menjadi media penghubung dengan nenek moyangnya.
"Mereka percaya, saat Beghu mulai dimainkan, roh leluhur membersamai dan ikut menari di dalam setiap tabuhan irama musik," ungkapnya lagi. Itu yang mendorong masyarakatnya menganggap Beghu adalah musik yang sakral.
Ia hanya akan dimainkan saat ada penyelenggaraan ritus-ritus keagamaan. Tujuannya adalah mengundang roh leluhur mereka atau nenek moyang, untuk turut hadir, mendengarkan keluh sambil menari.
Pemilihan para pemainnya juga tidak boleh sembarangan, sehingga dipilih beberapa pemain yang terbiasa dengan pengalamannya dalam memainkan Beghu. "Jangan sampai salah, mereka akan dikenai denda apabila salah memainkan notasi musiknya karena dianggap pelanggaran berat," tegas Prier.
"Teknik permainan yang saling sahut-menyahut menjadikan pola irama yang menarik untuk didengarkan," tambahnya. Keunikan yang khas dalam musik Beghu disebut Prier sebagai Lautmalerei atau musik yang merepresentasi sesuatu.
"Menariknya, musik unik yang tersembunyi diantara pegunungan Flores ini disebut tidak termasuk dalam Ensiklopedi Groove, ia absen (tidak ada) dalam jenis-jenis musik yang banyak ditemukan di internet," pungkasnya.
Kini, Beghu dapat ditemukan tidak hanya di Katakeo, namun juga dibanyak wilayah seiring berkembangnya budaya dan pola transmigrasi yang menyebabkan tersebarnya musik ini. "Nagekeo, Gezu, dan beberapa wilayah di Nusa akan memainkannya, meskipun dengan gaya yang sedikit berbeda," tutup Prier.
Source | : | Jurnal Citra Pendidikan (JCP) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR