Undang-Undang Hak Cipta baru yang dianggap lebih tegas dan mampu melindungi seniman telah disahkan pemerintah dua bulan lalu, tetapi pengamat meragukan penegakan hukumnya. Pembajakan karya-karya cipta sudah marak terjadi di Indonesia.
Musisi legendaris, Samsudin Hardjakusumah atau yang dikenal dengan nama Sam Bimbo bahkan menyebutnya sebagai "kanker akut" dan persoalan genting yang harus "dibom" segera.
"Saya, Ariyanto, Koes bersaudara, Rhoma Irama itu (menciptakan) lagu berkisar seribu (jumlahnya), hidup kami masih ngerayap," katanya kepada wartawan BBC Indonesia, Christine Franciska.
"(Tapi di luar negeri) ada yang menciptakan lagu Love Story, (hanya) satu lagu, bisa beli tiga pulau." Aliansi Kekayaan Intelektual Internasional atau IIPA awal tahun ini memperkirakan keping VCD dan DVD bajakan di pasar retail telah meraup 90% pasar musik, film, piranti lunak, dan video game.
Tingginya angka pembajakan di Indonesia membuat IIPA menempatkan negara ini dalam daftar pengawasan prioritas bersama dengan negara-negara Asia lain seperti Cina, India, dan Thailand.
\'Lebih tegas\'
Pengesahan Undang-Undang Hak Cipta baru yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat September lalu memberikan harapan untuk menyelesaikan persoalan. Ketua Pansus RUU Hak Cipta, Didi Irawadi mengatakan: "Ini jelas lebih bagus, ada masalah pembajakan yang sekarang diatur dan sanksinya berat."
"Pusat perbelanjaan, kalau di tempat mereka ada yang menjual barang bajakan, ada sanksi hukumnya."
Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Ahmad M Ramli, menjanjikan bahwa beberapa tahun mendatang masyarakat akan "kesulitan" mencari DVD dan VCD bajakan.
"Karena pusat perbelanjaannya sudah kita diberi sanksi, pembajaknya kita beri sanksi yang keras. Sepuluh tahun ini tidak main-main, itu extraordinary crime," janji Ramli.
Poin penting UU Hak Cipta:
1. Pengelola pusat perbelanjaan dilarang membiarkan praktik perdagangan barang ilegal di tempat yang dikelolanya.
2. Pidana pelanggaran atas ketentuan hak cipta dipenjara 1 hingga 10 tahun atau denda Rp100 juta hingga Rp4 miliar.
3. Pengelolaan royalti atau hak ekonomi dilakukan lewat satu pintu, dengan pendirian lembaga manajemen kolektif (LMK).
4. Lembaga penyiaran dan penyedia konten (seperti radio, televisi, karoke, restoran, dan lainnya) akan diminta membayar royalti untuk karya yang digunakan untuk kepentingan komersil.
Penulis | : | |
Editor | : | Dini |
KOMENTAR