Seorang perempuan mantan anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) membeberkan kisahnya menjadi anggota Brigade Khansa, sebuah unit militer yang seluruh anggotanya adalah perempuan yang bertugas di Raqqa, Suriah.
Perempuan berusia 25 tahun ini dulunya adalah seorang guru, sebut saja namanya Khadijah. Dalam wawancara dengan CNN, dia mengungkapkan kehidupan di dalam unit militer yang terdiri atas 30 perempuan itu.
Tugas anggota Brigade Khansa adalah memastikan bahwa warga kota menaati aturan berbusana dan memastikan perempuan menutupi wajah mereka.
"Awalnya saya bahagia. Saya membawa senjata. Semuanya adalah pengalaman baru. Saya memiliki kuasa. Saya tak berpikir saya menakuti orang lain. Namun, kemudian saya bertanya kepada diri sendiri, \'Di mana saya? Ke mana saya akan pergi?\' Saya merasa tengah ditarik menuju ke sebuah tempat yang buruk," kata Khadijah.
Dalam wawancara itu, Khadijah menceritakan bagaimana dia dibesarkan di Suriah dan kemudian terlibat sebagai aktivis antirezim Bashar al-Assad, masa-masa yang disebutnya sebagai masa "keemasan" sebelum kemudian berubah menjadi kekacauan.
Seorang pria yang dikenalnya di internet kemudian membujuknya untuk bergabung dengan ISIS dengan janji bahwa kelompok itu bukan organisasi teroris dan mereka akan segera menikah.
"Dia mengatakan, \'Kami akan menjalankan Islam dengan benar. Saat ini kami sedang berperang, sebuah tahap di mana kita harus mengendalikan negara. Maka kita harus bersikap keras\'," kata Khadijah mengenang awal keterlibatannya dengan ISIS.
Dia kemudian meyakinkan keluarganya untuk pindah ke kota Raqqa, di mana sepupunya juga menikahi seorang anggota ISIS yang kemudian mengajaknya bergabung dengan Brigade Khansa. Setelah bergabung dengan Brigade Khansa, Khadijah mendapatkan gaji 200 dollar atau sekitar Rp 2,5 juta sebulan dan dilatih cara menggunakan senjata api.
Tugas Brigade Khansa adalah berpatroli di jalanan kota Raqqa untuk memastikan bahwa warga menaati aturan berpakaian yang diterapkan ISIS dan para perempuan menutup wajah mereka.
Jika pelanggar ditemukan, maka mereka akan dijatuhi hukuman cambuk. Hukuman cambuk itu dilakukan oleh Umm Hanza, pemimpin Brigade Khansa yang digambarkan Khadijah sebagai "bukan perempuan normal".
"Tubuhnya besar, dia membawa sepucuk AK, sepucuk pistol, sebuah cambuk, belati, dan dia juga mengenakan cadar," kata Khadijah.
Pada saat banyak perempuan yang bergabung dengan ISIS, Khadijah akhirnya memutuskan untuk keluar setelah banyak menyaksikan kebrutalan ISIS.
Salah satu kejadian yang tak bisa dilupakan Khadijah adalah penyaliban seorang remaja perempuan berusia 16 tahun. Khadijah juga mendengar bahwa suami remaja itu menuduh dirinya membujuk remaja itu agar meninggalkan rumahnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR