Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menyatakan akan berupaya keras untuk mengejar predikat Kota Bandung sebagai kota layak anak di tahun 2015 mendatang.
Menurut pria yang akrab disapa Emil ini, ada beberapa strategi yang diterapkan untuk mengejar predikat tersebut.
"Ada yang sifatnya substansi dan prosedural. Substansi itu adalah kota yang menurut anak baik. Selama ini kita diwarisi kota yang nyaman untuk lelaki dewasa. Jadi kalau perempuan dan anak tidak bisa seratus persen waktunya untuk nyaman. Sampai malam mulai was-was," kata Emil saat ditemui seusai pencanangan Gerakan Bandung Cinta Keluarga di Aula Barat ITB, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (14/10).
Upaya yang pertama, kata Emil, adalah membuat taman bermain di tiap RW. Menurut dia, program tersebut diberi nama "satu kampung satu taman bermain".
Yang kedua adalah upaya revitalisasi taman-taman rusak untuk dijadikan menjadi taman yang layak untuk bermain anak.
Upaya Emil yang ketiga adalah membentuk relawan khusus yang terdiri dari dua orang di tiap kelurahan. Tugas mereka adalah menjadi motor penggerak kegiatan anak di kelurahan.
"Tugas mereka juga melaporkan hal-hal yang sifatnya mengancam keselamatan anak. Selain itu mereka juga mencari ide-ide kreatif agar di wilayah kelurahannya tumbuh fasilitas-fasilitas yang standar layak anak," Emil membeberkan.
Emil menambahkan, untuk mengejar beberapa indikator internasional kota layak anak, diperlukan peraturan-peraturan pemerintah yang mendukung prosentase anggaran untuk anak.
Dia pun mengajukan sedikti saran kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Gumelar. Usulan itu adalah kata \'anak\' dalam Badan Pembina Potensi Keluarga Besar (BPPKB) tingkat Kota Bandung.
"Ibu menteri mengusulkan BPPKB-nya ditambah huruf A (Anak). Sehingga kalau ada kata \'anak\' di sana bisa dianggarkan [dalam APBD]," ia menjelaskan.
"Negara secara prosedur punya standar ukuran disebut kota layak anak, ada belasan indikator. Itu yang akan kita coba kejar setahun ke depan," kata Emil.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR