Pohon ditebang untuk banyak alasan, tetapi kebanyakan melibatkan uang.
Pohon masih menutupi sekitar 30 persen muka Bumi, tapi kelangsungannya mengkhawatirkan karena hutan rimba kita menghilang dengan laju tinggi.
Deforestasi skala masif hingga 130.000 kilometer persegi setiap tahunnya—atau kira-kira seluas negara Inggris. Sementara total hutan di Bumi yang sudah lenyap adalah 2,3 miliar kilometer persegi, tercatat selama belasan tahun (periode 2000-2012).
Para ilmuwan memperhitungkan dengan tingkat deforestasi yang terjadi sekarang ini, kawasan hutan dunia akan bisa habis total dalam seabad.
Di samping menghapuskan hutan-hutan di Bumi, deforestasi juga memengaruhi kualitas tanah di area hutan, hingga akhirnya mengakibatkan kerusakan lahan. Tanah hutan yang lembab—tanpa terlindungi dari paparan langsung sinar matahari oleh pohon—akan segera menjadi kering.
Lagipula pengaturan siklus air terganggu, karena pohon-pohon yang membantu uap air kembali ke atmosfer. Oleh sebab itu, pohon juga memainkan satu peran penting dalam penyerapan polutan gas rumah kaca yang menyulut pemasan global.
Lebih sedikit hutan, artinya lebih bertambah jumlah GRK yang masuk ke atmosfer. Dampaknya kita ketahui bersama.
Nyatanya data menujukkan emisi yang bersumber dari deforestasi hampir sama dengan emisi sektor transportasi. Secara global, mengutip Agus Purnomo dalam buku Menjaga Hutan Kita: Pro-Kontra Kebijakan Moratorium Hutan dan Gambut, tercatat sekitar 5,3 miliar ton/tahun karbon yang dilepaskan.
Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang emisi terbesar terutama dari sektor deforestasi dan degradasi hutan. Perbaikan tata kelola kehutanan memegang kunci dalam pengurangan emisi. Pohonlah yang mampu menopang lingkungan Bumi dari efek negatif pemanasan global.
Saat ini telah dilakukan berbagai upaya pengurangan emisi karbon, termasuk program penanaman satu miliar pohon. Upaya penanaman pohon saja memang tidak cukup. Emisi karbon Indonesia sudah terlanjur besar. Diperlukan waktu bertahun-tahun bagi pohon yang ditanam untuk tumbuh besar, serta diperlukan lahan yang sangat luas untuk mencapai jumlah serapan karbon yang diinginkan.
Beradaptasi dengan Zaman, Tokoh Pemuda Wewo Sadar Kebutuhan Energi Ramah Lingkungan
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR