Baru akan menjabat sebagai rektor malah sudah "diculik" Presiden Joko Widodo untuk menjadi menteri. Begitulah kira-kira kisah Muhammad Nasir yang merupakan pakar anggaran dari Universitas Diponegoro.
Presiden Jokowi pada Minggu (26/10) melantik Nasir sebagai Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Dia mengepalai kementerian pertama yang merupakan gabungan dari Kementerian Riset dan Teknologi dalam kabinet sebelumnya dengan Ditjen Pendidikan Tinggi.
Nasir yang lahir di Ngawi, Jawa Timur, pada 27 Juni 1960, mengantongi gelar doktor dari University of Science di Penang, Malaysia. Pendidikan sebelumnya ia tempuh di dalam negeri, yaitu di Universitas Diponegoro (S-1) dan Universitas Gadjah Mada (S-2).
Nasir pernah menjabat sebagai Pembantu Rektor II di Universitas Diponegoro. Kemudian, pada 7 September 2010, Nasir terpilih sebagai Dekan di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Pada 9 September 2014 lalu, Nasir terpilih sebagai Rektor Universitas Diponegoro, menggantikan Sudharto. Dikutip dari situs Universitas Diponegoro, Nasir baru akan menjalankan tugas sebagai rektor mulai 18 Desember 2014.
Cita-cita Nasir sebagai rektor adalah membuat universitasnya berkembang sebagai perguruan tinggi yang berbasis riset. Dalam bidang kemahasiswaan, ia juga bercita-cita membentuk komunitas peneliti mahasiswa.
Namun, nasib berkata lain. Nasir justru terpilih sebagai menteri dalam kabinet Jokowi-JK pada 2014-2019. Tak jauh dari cita-cita risetnya, dia didapuk untuk mengepalai Kementerian Riset dan Teknologi.
Beberapa kali, menteri yang menangani riset dan teknologi berasal dari latar belakang sains. Gusti Muhammad Hatta yang menjadi Menristek 2011-2014 mempunyai latar belakang kehutanan. Sementara Suharna Surapranata (2009-2011) dan Kusmayanto Kadiman (2004-2009) mempunyai latar belakang fisika.
Nasir mempunyai latar belakang di bidang ekonomi dan pengelolaan anggaran. Apakah dunia riset dan pendidikan tinggi akan menjadi lebih baik? Indonesia akan melihat dalam lima tahun mendatang.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR