Setelah sekitar satu minggu terjebak di Teluk Waienga, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), tiga dari lima paus biru (Balaenoptera musculus) akhirnya bisa ditarik keluar dan bebas berenang ke lautan lepas pada Minggu sore (26/10/2014).
“Kemarin sore (minggu), tim berhasil melepaskan tiga paus biru. Satu ekor masih terjebak,” kata pendiri dan koordinator Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Femke Den Haas melalui pesan singkat kepada Mongabay Indonesia pada Senin (27/10).
Lima ekor paus biru terperangkap di perairan pantai Desa Watodiri (Kimakama), Teluk Waienga, sejak 20 dan 21 Oktober 2014. Tiga ekor paus terperangkap di perairan (cekungan) yang agak dalam yang disebut masyarakat Desa Watodiri sebagai palung, yang berjarak sekitar 100 meter dari garis pantai. Sementara dua paus berada di luar palung perairan pantai.
Pada Kamis (23/10), seekor paus dengan ukuran panjang tubuh 20,90 meter dan lingkar tubuh 8,80 meter ditemukan mati. Sedangkan dua ekor lainnya bisa dihalau keluar palung namun satu ekor kembali ke perairan palung.
Berbagai pihak seperti dari JAAN, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Lembata, Masyarakat Adat Desa Watodiri, WWF NTT, bergotong-royong melakukan penyelamatan dengan berhasil menghalau dua ekor paus keluar teluk menuju lautan bebas. Tetapi satu ekor kembali ke perairan palung.
Mereka berhasil menarik satu ekor paus biru berukuran paling kecil. “Ada satu paus biru yang mati. Sudah kami tarik ke darat,” kata Amank dari JAAN.
Sehingga, sejak Sabtu (25/10) terdapat empat ekor paus biru yang terjebak di palung dan satu ekor paus biru yang mati. Dengan berhasil dikeluarkannya tiga paus biru pada Minggu sore, maka saat ini tinggal satu ekor yang masih terjebak di Teluk Waienga.
Upaya penyelamatan
Amank menjelaskan ada tiga belas kapal nelayan dioperasikan untuk menggiring empat ekor paus itu ke laut lepas. “Kami dibantu berbagai kalangan, baik instansi pemerintah dan masyarakat adat, serta komunitas di Kabupaten Lembata,” katanya.
Sedangkan Femke menduga kematian satu paus terkecil karena luka dan stres karena tidak bisa bebas bergerak dalam palung sempit tersebut akibat kondisi pantai yang surut jauh. “Selain kondisi teluk yang surut dan sempit, paus juga bisa mengalami stres, kelaparan, panas dan luka-luka karena tergores karang hingga akhirnya mati,” katanya.
Upaya penyelamatan puas biru ini bukan hal yang mudah dari sisi teknis pelaksanaan dan koordinasi di lapangan. Selain karena merupakan upaya penyelamatan pertama di Teluk Waienga, dan bagi masyarakat Watodiri serta pemerintah daerah, kesulitan juga karena sarana dan prasarana penyelamatan, serta pengetahuan tim penolong yang minim.
Dalam kerja bersama evakuasi tersebut, Femke berterima kasih kepada TNI Angkatan Laut yang sangat membantu pembebasan paus biru.
Setiap penyelamatan paus biru ini akan menjadi perhatian dunia karena hewan laut terbesar di dunia itu merupakan hewan dilindungi dengan status dari IUCN hampir punah. Oleh karena itu, JAAN mengusulkan rangka tulang belulang dari paus biru yang mati untuk dimanfaatkan sebagai penelitian dan pariwisata.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR