Nyatanya tak hanya bangsa Indonesia yang kagum akan keindahan anyaman khas Kalimantan Timur.
Keindahan anyaman khas Kalimantan Timur tak hanya dikagumi dalam negeri saja. Dunia pun mengakui indahnya anyaman yang terbuat dari pandan hutan ini.
Terbukti pada 2007 di Hongkong, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) memberikan penghargaan untuk kerajinan ini.
Sayangnya pandan hutan yang menjadi bahan baku anyaman kian sulit ditemui. Ini menjadi salah satu faktor semakin minimnya minat orang untuk membuat anyaman khas. Seperti yang diungkapkan Sesilia Tipung, perajin anyaman dari suku Dayak Aoheng.
Menurutnya sulitnya pandan hutan, bambu, dan rotan mulai terasa sejak lima tahun silam. Hutan tempat bahan baku tumbuh mulai tergantikan dengan perkebunan sawit.
“Akhirnya kami menanam sendiri rotan, pandan hutan, dan bambu untuk mencukupi kebutuhan bahan baku anyaman,” paparnya saat di sela-sela pembukaan Festival Budaya Sei Mahakam, Kamis (6/11).
Ia mengisahkan untuk mencapai perkebunan tempat bahan baku ditanam membutuhkan waktu berhari-hari. “Paling tidak satu hari untuk sampai ke tempat tanam,” ucap Sesilia.
Sementara menurut Ketua Yayasan Total Indonesia, Eddy Mulyadi ada penyebab lain yang membuat anyaman Kalimantan Timur ini terancam.
“Sekarang anak muda lebih pilih gadget dibandingkan berjam-jam menganyam,” ucap Eddy. Ia juga menambahkan masuknya perabotan plastik mulai menggantikan kegunaan perabotan khas. “Kini ember plastik telah menggantikan bakul,” tambahnya.
Di Long Bagun, Kalimantan Timur, kini hanya tersisa 50 perajin anyaman. Itu pun yang sudah berusia lanjut.
Penulis | : | |
Editor | : | Ajeng |
KOMENTAR