Untuk mengamankan jalur pipa, PT Pertamina EP Prabumulih bersama Kodam II Sriwijaya meneguhkan peran babinsa bersama mitra babinsa. Di sepanjang jalan lintas itu terdapat 105 mitra babinsa yang rutin berpatroli.
Kawasan ini benar-benar rawan. Rasa khawatir sering membersit tipis di wajah para mitra babinsa dan petugas keamanan. "Khawatir juga... tapi ini tugas negara," tutur Nedi.
!break!
Maraknya kasus pencurian minyak tak menyurutkan upaya pemberdayaan masyarakat. Kriminalitas itu justru menggiatkan usaha pemberdayaan, yang merentang dari kesenian, tradisi, ekonomi, hingga pendidikan.
Seniman Aang Sungkawa misalnya, mengembangkan karya seni dari bahan-bahan terbuang. Kesukaan warga Prabumulih menikmati martabak menghasilkan timbunan kulit telur yang dibuang begitu saja. Dari limbah itu, Aang membuat lukisan berbahan kulit telur. Dia lantas mencoba pewarna alami: tanah galian, arang, dan ekstrak dedaunan.
Bagi Aang, alam telah menyediakan segala kebutuhan manusia. "Termasuk kebutuhan estetika. Dengan bersahabat dengan alam, Tuhan akan memberi jalan. Kita hanya tinggal belajar sedikit saja," tuturnya.
Sebagai seniman, kepuasan Aang bukan saat lukisannya terjual dengan harga mahal. Kebanggaannya terletak pada karya lukis yang ramah lingkungan dan bebas racun. "Sebagai seniman, saya harus membuat karya yang tidak meracuni, yang ramah lingkungan."
Pada pameran karya seni House of Indonesia di Jiexpo, PRJ Kemayoran, Jakarta Pusat, Oktober lalu, karya Aang memikat banyak orang. Bahkan, pengunjung dari Belgia dan Uni Emirat Arab membeli semua lukisan Aang.
Tidak hanya bebas menumpahkan kreativitas, kiprahnya bersama PT Pertamina EP juga membawa perubahan dalam ekonomi Aang. Dia kini memiliki sekapling tanah dan bisa menjamin pendidikan anaknya. "Dari sebotol tanah [untuk melukis] bisa menjadi sekapling tanah," kelakarnya.
Daya cipta bahkan bisa memberi sentuhan baru bagi karya-karya yang mengakar pada tradisi leluhur. Tangan kreatif Eva Ramlan dari Azizah Songket memberi nuansa baru dalam pewarnaan kain jumputan.
Eva memanfaatkan kelir alami dari tumbuhan buat memberi rona kain khas Sumatra Selatan itu. Jumputan adalah teknik Sumatra Selatan dalam mewarnai dengan cara menjahit dan mengikat kain dengan tali rafia. "Pewarna alami lebih aman dan ramah lingkungan, meski warnanya tidak secerah pewarna kimia," imbuhnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR