Selama ini desa di perbatasan kurang tersentuh pembangunan sehingga kondisi sumber daya manusia dan infrastrukturnya masih sangat memprihatinkan.
Kondisi semacam itu kadang membuat masyarakat perbatasan lebih bergantung pada pasokan kebutuhan sehari-hari dari negara tetangga. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transportasi Marwan Jafar menegaskan, kondisi semacam itu tak boleh dibiarkan.
Marwa menyatakan desa di wilayah perbatasan Indonesia dengan negara lain menjadi sasaran prioritas pembangunan.
Warga di wilayah Nunukan, Kalimantan Utara, lebih banyak berorientasi ke Malaysia. Ada laporan tiga desa di Kabupaten Nunukan, Kaltara, yang diklaim sebagai wilayah Malaysia. Ketiga desa itu terletak di Kecamatan Lumbis Ogong, Nunukan.
"Kami akan menginvestasi untuk mencari tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Tentu masalah ini menjadi lampu merah bagi kita bahwa daerah perbatasan harus diurus," ujar Marwan. Dalam waktu dekat, ia berjanji akan berkunjung ke tiga desa di Nunukan itu.
Kementeriannya juga akan mencari tahu, apakah masalah serupa terjadi di desa di wilayah lain.
Ia pun menegaskan, tiga desa di Nunukan itu adalah bagian yang sah dari NKRI. "Tiga desa itu bagian dari wilayah Indonesia."
Bupati Malinau Yansen Tipa Padan menuturkan, masyarakat di perbatasan kerap mengalami dilema. Di satu sisi mereka merasa sebagai bagian dari NKRI, tapi di sisi lain negara tetangga menjanjikan penghidupan lebih baik.
"Masyarakat di perbatasan memiliki nasionalisme, tetapi kadang kebutuhan membuat mereka harus mencari makan ke negara tetangga," ujarnya.
Yansen menambahkan, pemerintah harus memberikan perhatian kepada masyarakat desa di wilayah perbatasan.
Jika pembangunan desa di perbatasan berjalan baik, warga tidak akan pergi ke negara tetangga untuk mencukupi kebutuhan. "Di Malinau, sesudah desa perbatasan dibangun, warga yang dulu pindah ke Malaysia sekarang kembali ke Indonesia," ujarnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR