Tak ada yang percaya awalnya saya dan Sony mengarungi jeram-jeram di Kali Baru. Bagaimana mungkin parit kecil itu bisa dilalui perahu? Lalu, dari mana pula ada jeram-jeram yang mampu memancing nyali di parit tepian kota?
Kami merangkak melewati selatan Jakarta menuju Bogor. Menjawab rasa penasaran, tak ada salahnya mendatangi tempat tersebut. Dari seorang kawan, kami dapati nomor telepon pemandu arung jeram. Pesan singkat dan sebuah panggilan saya lakukan sebelum kami berkunjung ke sana.
“Iya ini Achmad, Kang. Ini siapa ya?” suara berlogat Sunda menjawab di seberang. Achmad memberikan arah yang cukup membantu kami menemukan lokasi arung jeram ini. Saya tidak terlalu paham Bogor, tetapi Sony cukup mahir menebak lorong-lorong sempit kota hujan ini. Tentu saja kegemarannya bersepeda mampu dimanfaatkan secara baik kali ini.
“Kang, kalau naik kereta dari stasiun bisa jalan kaki ke arah Kebun Raya Bogor. Nanti di sana ambil angkot 05 jurusan Cimahpar. Tinggal bilang ke sopirnya, mau turun di Mesjid Gedong,” Achmad menjelaskan transportasi umum menuju ke sana. “Tetapi kalau naik kendaraan sendiri gimana ya, Kang?” saya menimpali. “Nah Akang tau Hotel Novotel, nah Kali Baru persis di belakangnya, Kang” Achmad menjelaskan secara baik.
Cukup mudah bagi kami menemui tempat ini. Dari tepi jalan kami menuruni anak tangga menuju tepian Kali Baru. Lantunan suara biduan menghibur para pengunjung yang baru saja usai menyisir Kali Baru. “Kang Yudi ya? Saya Achmad, Kang,” pria bertubuh sedang ini akhirnya mengenali kami. “Baru selesai ini arung jeramnya, Kang. Ayo naik ke atas dulu,” Achmad mengajak kami naik ke pendopo. “Mau turun jam berapa, Kang?”
!break!Kami menyepakati untuk turun sungai setelah makan siang. Mobil bak terbuka membawa perahu yang belum diisi udara. Juga beberapa peralatan untuk riverboarding yang sedang naik pamor. Saya bertengger di bak mobil bersama Kang Achmad dan teman-teman dari Kali Baru Adventure menuju titik awal arung jeram kami, tak jauh dari jembatan di bawah Tol Jagorawi.
Pelampung sudah terpasang, pelindung kepala pun sudah saya kenakan. Sekarang waktunya beraksi. Kang Achmad bertindak sebagai skipper, nakhoda perahu karet ini. Kami menuruni Kali Baru yang memiliki grade 3. Lepas dari garis awal, tubuh saya diguncang hebat oleh jeram ulak-alik.
Perahu yang saya tumpangi semakin kencang ke hilir. Beberapa kali skipper kami harus berteriak “Booooooom,” lalu kami semua menundukkan badan. Apa gerangan? Pipa air warga terlalu rendah, tapi ini menjadi salah satu hal menarik mengarungi Kali Baru.
“Yuk, semua turun dari perahu. Kita angkat dulu perahunya,” kami berhenti sesaat sebelum jeram setinggi tujuh meter tampak semakin mendekat. Inilah jeram es besar, salah satu jeram paling mendebarkan saat mengarungi Kali Baru. Saya berani menjamin hempasan perahu akan dibarengi dengan teriakan.
!break!Sebenarnya masih banyak lagi jeram-jeram menarik yang di Kali Baru yang airnya bersumber dari Ciliwung ini. Jeram Dam 3 meter, Penganten, dan Jeram Es Kecil adalah beberapa dari banyak jeram di Kali Baru ini.
Arung jeram di Kali Baru ini bisa dikategorikan sebagai arung jeram yang aman. Debit air yang mengalir bisa diatur dari Bendungan Katulampa. Hal ini tidak membuat kita terlalu khawatir berarung jeram meskipun musim hujan.
“Saya selalu menekankan bahwa keselamatan yang paling utama dari setiap kegiatan alam, terutama arung jeram. Bersama anak-anak kami membersihkan jalur arung jeram. Batu dan ranting yang membahayakan kami bersihkan. Juga tiap minggu kita adakan gotong-royong membersihkan sampah di Kali Baru ini,” ujar Dudi, pemilik Kali Baru Adventure yang mengelola kegiatan arung jeram di sungai ini.
Dudi tentu tak main-main dengan ucapannya. Pengalamannya di dunia arung jeram dan aktivitas luar ruang tentu menjadi pegangan bagi saya. “Saya ingin semua yang datang menikmati arung jeram di sini tetap dalam kondisi aman. Dan tentu saja, kepuasan para pengunjung menjadi tujuan utama selain keselamatan tadi,” Dudi kembali menimpali.
Saya dan Sony mengamini tentang kepuasaan mengarungi Kali Baru ini. “Ini sengaja nih. Lagi asyik-asyiknya malah sampai di garis akhir,” Sony dan saya pun sama-sama mengumpat.
Tapi kami berdua bersenang-senang. Bagaimana tidak? Tak jauh dari ibu kota kami bisa mendapatkan pengalaman aktivitas luar ruang yang mampu memacu dopamin kami. Ini menjadi salah satu rencana menghabiskan liburan akhir pekan kami berikutnya bersama sahabat dekat.
Penulis | : | |
Editor | : | Prana Prayudha |
KOMENTAR