Nationalgeographic.co.id—Indonesia sempat dinyatakan bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak sejak tahun 1986. Namun, PMK pada hewan ternak kembali muncul di Indonesia pada tahun 2022 hingga sekarang.
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS) misalnya mencatat, pada 28 Desember 2024 hingga 9 Januari 2025, sapi yang terjangkit PMK mencapai 14.630 ekor. Dari jumlah itu, 123 ekor di antaranya mengalami pemotongan paksa, sementara 338 sisanya mati.
PMK yang sempat menjadi masalah bagi peternakan Indonesia pada 2022 masih menyisakan pelajaran penting. Asosiasi Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner Indonesia (AEEVI) bersama Food and Agriculture Organization - Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases (FAO-ECTAD) Indonesia pada 8 Februari 2025 menggelar webinar bertajuk Melacak Sumber Wabah PMK di Indonesia: Lesson Learned Tahun 2022.
Diskusi ini membedah kemungkinan asal dan bagaimana virus PMK masuk ke Indonesia serta strategi pencegahan agar hal serupa tak terulang.
Ketua Komisi Ahli Kesehatan Hewan dan Kesmavet Kementan, Tri Satya Putri Naipospos, mengatakan, "Banyak sangkaan dari berbagai pihak tentunya yang mengaitkan impor daging kerbau India ini dengan timbulnya wabah PMK 2022 yang lalu."
Meski banyak tuduhan demikian, menurut informasi yang diterima Tata (sapaan Tri Satya), "ada kurang lebih 100.000 ton daging kerbau lagi akan dimasukkan ke Indonesia untuk kebutuhan Ramadan dan Lebaran 2025 ini."
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian, Agung Suganda, sebagai keynote speaker dalam webinar tersebut mengungkapkan bahwa kemungkinan risiko masuknya PMK ke Indonesia berasal dari komoditas ternak yang masuk secara ilegal ke Indonesia.
Untuk komoditas daging yang masuk secara resmi ke Indonesia, Agung menyampaikan bahwa pemasukan tersebut telah melalui proses analisis risiko yang dilakukan bersama antara Kementerian Pertanian, Badan Karantina Indonesia, dan pakar kesehatan hewan.
"Kami telah menilai status penyakit di negara asal, sistem kesehatan hewan, serta fasilitas pemrosesan dan karantina sebelum memberikan izin impor. Langkah ini penting untuk memastikan keamanan komoditas yang masuk," ujar Agung dalam diskusi tersebut.
Ketua Tim FAO-ECTAD Indonesia, Luuk Schoonman, menyampaikan dukungannya dalam program pengendalian dan penanggulangan PMK di Indonesia melalui penguatan sistem kesehatan hewan. Dia juga menekankan pentingnya analisa risiko dan kajian epidemiologi molekuler virus PMK dalam implementasi program pengendalian PMK.
"Kami berharap diskusi ini memperkuat kolaborasi dan meningkatkan kapasitas sistem kesehatan hewan dalam mencegah penyakit lintas batas," ujarnya.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR